Yang menyakitkan dalam dunia penulisan bukanlah ditolak penerbit. Namun diterima, tetapi kemudian dikerjai soal royalti atau hak-hak penulis lainnya. Penerbit yang tidak transparan ini biasanya penerbit kecil. Maka saran terbaik saya, bidiklah penerbit besar saja, atau setidaknya penerbit menengah.
Kalau ditolaki terus dan benar-benar mentok? Tetap, jangan percayakan naskah ke penerbit kecil. Mending terbitkan sendiri (self publishing) karya itu.
Bukankah sekarang ada pihak ketiga yang siap mengurangi kerepotan seorang self publisher? Mereka inilah yang disebut self publishing facilitator. Sistem mereka bekerja daring. Tidak ada kontak fisik, namun hasil akhirnya berupa produk fisik. Tapi bisa juga produk akhirnya digital, seperti e-book.
Hebatnya, produk-produk tersebut tidak terpancang pada buku (novel, komik, resep masakan, buku tahunan). Anda juga bisa menerbitkan kalender, poster, album foto, CD/DVD, portofolio, dan sebagainya. Entah itu untuk dijual atau dicetak buat diri sendiri.
Salah satu contoh jasa semacam ini adalah Lulu.com. Mau mencoba? Berikut langkahnya.
- Daftar. Prosedurnya sama dengan mendaftar Facebook, Twitter atau Quora. Gampang. Gratis.
- Pilih “Start a New Project”. Di sini Anda menentukan titel produk Anda, privasi (ingin produk ini diketahui semua orang atau buat konsumsi pribadi), ukuran, bagaimana penjilidannya (jika itu buku), berwarna atau hitam-putih, buku atau e-book atau keduanya.
- Upload file. Yah, file .doc, .jpg, .pdf, .wmv, dan format-format umum lainnya. Jadi di sini segala sesuatunya harus dalam bentuk digital atau soft copy. Oh ya, patuhi juga template dari Lulu kalau tidak ingin setting Anda amburadul. Download dulu file template itu, lalu copy-paste naskah Anda ke sana. Lakukan penataan ulang (misalnya untuk paragraf, pemenggalan kata, atau peletakan gambar) sebelum di-upload.
- Desain kover. Ini juga ada template-nya, jadi silakan di-download dulu. Bila produk Anda adalah buku, nanti ada banyak pilihan ukuran: A4, folio, buku saku, dan sebagainya. Unduhlah file .psd (Photoshop) yang sesuai pilihan Anda. Di file tersebut, ada batas-batas yang harus Anda patuhi. Misalnya batas desain yang kemungkinan kena potong saat proses pencetakan. Bila Anda tidak punya atau tidak bisa desain, otak-atik kover juga difasilitasi di situs ini, tinggal drag, pilih desain, dan ketik beberapa teks.
- Barcode. Atau International Standart Book Number (ISBN), untuk buku. Silakan memasukkan ISBN Anda jika memang sudah punya. Bila belum, Lulu menyediakan pengurusan ISBN gratis dan langsung jadi seketika itu. Menarik, bukan?
- Harga. Di luar biaya percetakan dan komisi Lulu selaku fasilitator, Anda sendirilah yang menentukan harga produk Anda. Dari sini bisa diperkirakan, berapa keuntungan Anda setiap ada produk yang terjual.
- Review. Setelah semua tahap dilakukan, Lulu akan memberi kesempatan Anda mereviu produk Anda dan mengirimkan link download file akhir produk itu. Kalau belum srek, silakan diubah lagi sampai srek. Kalau dirasa sudah sempurna, silakan mulai dipasarkan dan dipromosikan. Anda tetap bisa mengutak-atik ulang produk itu, sekalipun sedang dijual di pasaran.
Selesai. Mudah kan?
Kalau Anda tidak keberatan karya terbit dalam bentuk sepenuhnya digital, Anda juga bisa menggunakan platform menulis digital.
Anda mungkin bertanya, apa keunggulan jasa self publishing facilitator? Saya pikir, sistemnya transparan. Terjual berapa, keuntungan berapa, kapan dibayar, semua jelas.
Selain itu, Anda tidak perlu menunggu lama, seperti masalah yang lumrah terjadi di penerbit konvensional. Dan tidak perlu mencetak banyak, seperti yang terjadi kalau Anda menerbitkan secara indie dengan konsep lama. Bayar yang dibeli saja alias print on demand.
Kekurangan sistem ini? Tentu saja Anda bekerja sendirian, meskipun tidak begitu “kesepian” seperti konsep penerbitan independent lawas yang menulis sendiri, edit sendiri, cari desainer atau layouter sendiri, urus percetakan sendiri, promo sendiri. Di self publishing versi 2.0 ini, layout dan desain difasilitasi, percetakan disediakan, dan promo dibantu (pemasangan profil produk di toko online mereka, dijual di Amazon.com, dipajang bila ada pameran buku, dan lain-lain).
Di penerbit konvensional, karya Anda akan dikeroyok banyak orang, mulai dari tim pembaca pertama, marketing, korektor ejaan, sampai editor. Semua akan menyumbangkan ide untuk menyempurnakan karya Anda. Ini tidak akan Anda temui dalam konsep self publishing, kecuali bila Anda menyediakan waktu, tenaga, dan uang ekstra.
Sebagaimana penerbitan indie lainnya, Anda harus bekerja keras memasarkannya sendiri. Jika di penerbit konvensional, begitu karya kita diterbitkan, kita bisa tidur dan menyerahkan semuanya ke penerbit (meski saya tidak menyarankan sikap cuek bebek semacam ini). Namun, di dunia self publishing, Anda tidak bisa malas-malasan, kecuali kalau memang tidak butuh dibeli.
Masih ada kekurangan lain, yaitu mahal. Dimana-mana, harga produk print on demand selalu lebih tinggi dibanding produk konvensional yang massal. Ini diperparah dengan faktor jarak. Lulu terletak di Amerika. Segalanya dihitung pakai dollar, termasuk ongkos kirimnya. Saya beberapa kali “mengimpor” buku dari Lulu. Satu buku setebal 130 halaman saja untuk sampai rumah saya butuh 20 dollar!
Sudah begitu, pangsa pasar Lulu adalah orang-orang berbahasa Inggris. Bila Anda punya produk yang berbahasa Indonesia, hampir dipastikan sulit laku.
Namun, ada juga jasa semacam Lulu yang lokal Indonesia. Meski fasilitasnya tidak persis sama. Saya belum mencoba satu pun, namun reputasi mereka terdengar bagus di telinga saya. Coba saja sendiri: Nulisbuku.com, Leutikaprio.com, Indie-publishing.com, Halamanmoeka.blogspot.com, Redcarpetstudio.net.
Saya gembira dengan banyaknya self publishing facilitator ini. Dengan begini, penerbit-penerbit konvensional yang suka mengakali penulis dipaksa introspeksi, kalau tidak ingin sepi naskah ke depannya.
We need freelance desperately. After looking over your website, We need to have you on our staff. We offer $35-$50 per hour. Our leading writers are pulling in over $91K per year, writing part time.
Please swing by and see us.
Adakah batasan – batasan hak cipta atau materinya? Misal,materi porno dilarang, SARA dsb.
Kalau aturan hak cipta dan nyinggung SARA (penyebaran kebencian) itu rasanya umum, dan sebaiknya nggak pernah dilanggar dimanapun. Kalau porno, mungkin tergantung segmennya. Nggak tahu deh. Utk detailnya, silakan dibaca term & condition di tiap website-nya.
Menarik sangat, kakak… aq coba yah..!
memang sih di Indonesia sdh ada beberapa self-publishing 2.0 semacam lulu di atas, tapi orientasinya masih sebatas buku cetak (paperbook)
saya menantikan masuknya pemain semacam kindle digital publishing di Indonesia yang notabene menerbitkan & menjual e-book, tapi disini gak digratisin seperti evolitera, melainkan bisa dijual e-book nya
adakah pihak yg bersedia merealisasikannya dlm waktu dekat… hehe 😀
Adhi´s last blog post ..Pesan di Padang Ilalang 02
Ini bukan cuma buku cetak kok… ah, ya ampun! Lupa bilang kalau Lulu juga melayani pembuatan dan jual-beli e-book. Udah, artikelnya barusan ku-update. Thanks sudah diingetin.
Hm, pd akhirnya, kok aku lihat persamaan antara Evolitera, Papataka maupun digital publishers lainnya dg penerbit konvensional: mereka semua tergantung penulis yg dinaunginya. Kalau penulis2 hebat atau penulis pemula yg out of the box mau mempercayakan karya di bawah payung mereka, tentu perusahaan mereka akan tampil gagah. Kalau tidak, ya perlahan2 akan mati.
Jd, selain memberi segenap kemudahan utk menerbitkan karya, mereka jg hrs rajin “tebar pesona” ke para penulis. Apalagi setelah pemain di bisnis self publishing facilitator ini mulai banyak seperti sekarang.
ah ya… papataka.com memang melayani penulis lokal yg mau nerbitin karya mereka dalam bentuk digital, tapi koleksi e-book nya disana lebih banyak yg dijual dalam bhs Inggris, blm lagi faktor harga e-book nya yg lebih baik beli paperbook deh :p
oh ya, bung admin, bisa cari tau gak kabar tentang Evolitera yg katanya maintanenace sejak lama itu?
saya penasaran dan beberapa pembaca blog saya nanyain kenapa gak kunjung bisa donlod e-book saya dari sana…
Adhi´s last blog post ..Pesan di Padang Ilalang 02
Tanya lagi, ya Bram. Kalo karya saya sedang di jual di Lulu, apa saya sdh ga bisa mengirimnya ke penerbit lain?
@Adhi: Entahlah. Mungkin mereka terhalang sesuatu atau lg nyiapin web yg nggak nanggung2. Emang ada kontrak penerbitan eksklusif kalau udah submit naskah ke Evolitera? Nggak kan? Nah, drpd pusing nunggu dan ngecewain banyak pembaca, pindahin aja naskahnya ke fasilitator lain. Misalnya, di Lulu. E-book kita jg bisa digratisin di sana. Tp, ya memang nggak dapet persenan iklan kayak di Evolitera, hehehe.
@Aleena: Kalaupun nggak boleh, gini aja triknya: tetep jual bukunya di Lulu, dan tetep tawarin ke penerbit dg judul lain (isi sama nggak masalah). Udah jelas, beda judul + beda penerbit = beda ISBN.
Tp ketika penerbit itu menyatakan akan menerbitkan naskahmu, saat inilah kamu hrs fair. Segera matikan setting “publish” di Lulu. Bikin produk itu jd privat. Atau hapus aja sekalian. Toh udah mau diterbitkan penerbit konvensional kan. Voila! Status penerbitanmu udah ter-switch tanpa menimbulkan masalah etika 🙂
Congratulations, your article was reprinted to Harvard University.
Keren euy webnya…banyak pencerahan didalamnya.