Beberapa bulan belakangan, saya banyak menerima pertanyaan-pertanyaan dasar tentang penulisan. Hm, aneh. Padahal saya bukan guru atau motivator penulisan. Saya cenderung orang lapangan dalam dunia penulisan. Man in the arena, kata Theodore Roosevelt. Bagaimanapun, jika pertanyaan-pertanyaan itu tidak dijawab, kesannya saya sombong. Namun kalau mau dijawab, kok pertanyaannya itu-itu saja, bikin capek, hehehe.
Maka tebersitlah ide untuk membuat daftar pertanyaan-jawaban (FAQ) dasar tentang penulisan. Sehingga ketika ada pertanyaan yang berulang, saya cukup menjawabnya dengan URL artikel ini, biar si penanya baca sendiri jawabannya. Win-win solution, bukan? Baiklah, kita mulai saja.
Buat apa saya harus menulis?
JAWABAN PENDEK: Kalau tidak tahu menulis itu buat apa, ya tidak usah menulis.
JAWABAN PANJANG: Menulis itu tidak butuh alasan, Mas, Mbak. Bila Anda sibuk mencari alasan dulu, bisa-bisa yang Anda temukan malah alasan untuk tidak menulis: tidak ada waktulah, momong bayilah, banyak kerjaan kantorlah, PR dari sekolah bejibunlah, sedang tidak punya idelah, tidak mood-lah. Biasakan diri dulu untuk menulis. Soal jadi karya yang layak disajikan ke publik atau tidak, itu urusan nanti.
Dari mana harusnya saya mulai menulis? Kok rasanya sulit, ya, mengawali tulisan?
JAWABAN PENDEK: Sudah baca “Bismillah”, belum?
JAWABAN PANJANG: Sebaiknya Anda menulis jangan mulai dari awal. Tidak usah repot-repot mencari bagaimana awalnya menggiring tulisan sampai ke poin X. Justru mulailah dari poin X itu! Lalu, berkembanglah dari sana: bisa ke belakang (kembali ke awal), bisa terus maju. Berpikirlah lateral.
Bagaimana kalau sudah mencoba menulis tetapi tetap buntu?
JAWABAN PENDEK: Berhenti saja dulu. Ngopi-ngopi kek, nonton film kek, tidur kek…
JAWABAN PANJANG: Tulis saja apa yang terlintas di pikiran. Apa adanya. Seperti menulis status Facebook atau Twitter begitu. Pastilah banyak yang berkelebat di benak Anda sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Tulis saja semua yang Anda anggap menarik. Baru setelah selesai, silakan menyuntingnya.
Prinsipnya, mau menulis ya menulis saja. Jangan membebani diri dengan target “harus bagus”. Sebab, terkadang beban itulah yang membuat tulisan kita tersendat.
Saya bingung dengan genre. Ada berbagai versi penjelasan. Bisa dijelaskan yang valid yang mana?
JAWABAN PENDEK: Tidak perlu merisaukan genre. Itu urusannya kritikus dan penerbit. Tugas penulis hanya menyelesaikan tulisan.
JAWABAN PANJANG: Genre itu dibuat gampang saja. Kalau tokoh-tokohnya lebih banyak berbicara, dan adegan-adegan pentingnya berupa pembicaraan, berarti itu drama. Kalau tokoh-tokohnya lebih banyak aksi, gebak-gebuk atau dar-der-dor, dan adegan kuncinya di situ, berarti itu laga atau aksi. Kalau banyak menyanyi dan menarinya berarti musikal.
Kalau kita banyak dibuat ketawa, berarti komedi. Kalau ceritanya menegangkan karena kita tahu ada bahaya, berarti itu thriller. Kalau menegangkan karena kita tidak tahu pelaku kejahatannya, berarti itu misteri. Kalau melibatkan alam lain, tokoh-tokoh yang ajaib, di luar logika keseharian kita, berarti fantasi.
Kira-kira, apa tema yang laris, gampang meledak, dan best seller?
JAWABAN PENDEK: Kalau saya tahu, buat apa saya kasih tahu Anda? Mending saya tulis sendiri.
JAWABAN PANJANG: Menulis kontroversi, tema superunik, atau keterampilan menulis tingkat dewa pun belum cukup. Selain faktor isi dan desain, formula best seller itu rumit: Anda harus artis terkenal, Anda penulis hebat yang sudah punya basis pembaca (bukan sekadar fans, tetapi yang juga memiliki kebiasaan membaca dan mereview buku), Anda mau jor-joran promosi (dengan risiko waktu-tenaga-uang Anda terkuras), atau sedikit nakal dengan jor-joran membeli sendiri karya Anda (biar seolah-olah cetak ulang atau menangkring di rak Best Seller), atau sekalian membeli rak Best Seller itu dari beberapa toko buku strategis.
Apa Anda termasuk kriteria itu? Siap melakukan itu semua atau sebagian besar dari langkah-langkah itu? Jika iya, kemungkinan buku Anda best seller akan terbentang lebar.
Siapa guru atau motivator penulisan saat ini yang sekiranya patut dirujuk supaya kita bisa termotivasi menulis?
JAWABAN PENDEK: Jelas bukan saya, hahaha.…
JAWABAN PANJANG: Mau menulis, menulis saja. Apa perlunya mencari motivator segala? Pun, tidak perlu kursus-kursus segala. Hati-hati, ada banyak motivator penulisan yang kerjaannya hanya memotivasi. Namun dia sendiri miskin karya, miskin prestasi di bidangnya. Mereka itu tipikal penulis yang mengajarkan, bukan melakukan.
Saya menyarankan, belajarlah dari penulis-penulis yang karya-karyanya Anda kagumi dan sesuai selera Anda. Pelajari perkembangan karya-karyanya, gaya bahasanya, cara bertuturnya, dsb. Namun jangan berharap mereka akan memotivasi atau menolong Anda, apalagi menjadi pembaca pertama atau endorser Anda. Mereka orang sibuk. Ingat, pendekar pilih tanding justru jarang memiliki murid. Anda bisa ATM karya-karyanya dari jauh saja: Amati-Tiru-Modifikasi. Itulah metode belajar yang paling efektif, menurut saya.
– Photo from SteveLaube.com
Tq, mas 😛
Tapi pertanyaan terakhirku belum di jawab 🙂
Oke, Ade. Pertanyaan terakhir itu cocoknya dibuatkan artikel tersendiri. Kalau di artikel ini, hanya ada pertanyaan-pertanyaan yang bolak-balik kuterima.
jawaban-jawaban pendeknya asli pendek ya :p #senyum-senyum sendiri
parlina wi´s last blog post ..Hasil Blog Walking
Biasanya jawaban2 itu kukeluarkan untuk penanya yang sudah akrab atau yang orangnya nyebelin, hehehe…
haha.. berarti jadi pelajaran biar gak ngacung tangan, n nanya soal yang sama.. :p
Parlina Wi´s last blog post ..Hasil Blog Walking
Begitulah adanya 🙂
Dulu pengen banget punya buku karangan sendiri…tapi mentok
Yang penting bukunya jadi dulu. Kalau sudah jadi, mau diterbitin dimana aja bisa. Paling apes, diterbitin sendiri. Di zaman internet ini, semua ini serba mudah kok, nggak ada istilah mentok. Yah, sekali lagi, asalkan naskahnya jadi dulu.