Beberapa hari lalu di Bandung, saya menonton The Adventures of Tintin bareng Rie Yanti. Saya terhibur dengan beberapa adegan yang bombastis tetapi lucu dan seru di film itu. Ya, adegan-adegan tersebut rasanya senapas dengan komiknya. Walau disesaki banyak adegan kebetulan, Tintin merupakan salah satu komik favorit saya, karena ceritanya cerdas. Kelihatan sekali kalau pengarangnya berwawasan.
Tintin sudah banyak membongkar jaringan kriminal tingkat atas. Tintin bukanlah polisi, detektif, atau agen rahasia. Tetapi wartawan. Meskipun ini hanya fiksi, dalam kenyataannya, seorang wartawan memang berpeluang melakukan hal-hal besar seperti yang dilakukan Tintin.
Maka, saat menonton film yang disutradari Stephen Spielberg itu, spontan otak saya mengingat-ingat kembali beberapa film yang tokoh utamanya wartawan, atau paling tidak, penulis. Film-film semacam ini biasanya seru. Sekadar menyebut contoh:
- The Disappearance of Garcia Lorca (1997). Di sini, Andy Garcia memerankan wartawan yang menyusuri hilangnya seorang Garcia Lorca. Seru. Menegangkan. Banyak intrik politik di sana. Inilah salah satu film yang membuat saya berencana untuk menulis konflik yang sama peliknya.
- Quills (2000). Geoffrey Rush memerankan Marquis de Sade, tokoh nyata yang mengawali munculnya unsur sadisme dalam seksualitas modern. Divonis meresahkan masyarakat dengan karya-karya seronoknya, sang marquis pun dicekal Napoleon: karya-karyanya dibakar, dia dipenjara, disiksa, sampai ditelanjangi supaya dia tidak punya media apa-apa untuk menulis. Toh tokoh konyol ini memiliki banyak cara untuk terus menerbitkan karya-karya gilanya.
- Moulin Rouge (2001). Ewan McGregor memerankan penulis drama teater yang sedang berjuang mencari sesuap nasi. Namun dalam perjalanannya, dia jatuh cinta pada sang pemeran utama di Moulin Rouge, sebuah panggung hiburan populer di Paris. Itu artinya dia harus bersaing dengan seorang penguasa yang juga jatuh hati pada sang primadona. Maka, penulis miskin ini nekat menciptakan naskah yang menguntungkan kisah cintanya sendiri.
- Adaptation (2002). Nicholas Cage memerankan seorang penulis skenario yang berusaha mengadaptasi buku nonfiksi ke dalam skrip film. Namun gagal. Yang unik dari Adaptation adalah plotnya yang membuat otak melintir. Inilah salah satu film yang membuat saya ingin menulis sebuah alur cerita yang juga tidak lazim.
- King Kong (2005). Adrien Brody memerankan penulis yang disewa untuk membuat naskah berbasis kisah gorila superbesar.
Yang mungkin paling sering memasukkan tokoh penulis ke dalam karyanya barangkali adalah Stephen King. Novelis horor dan thriller ini sepertinya tidak pernah bisa lepas dari tokoh utama penulis. Baca saja The Shining, Misery, Secret Window, dan lainnya.
Kawan saya, seorang penulis novel Malaysia yang produktif, ternyata juga mengidap “penyakit” ini. Dia mengatakan “penyakit” ini adalah sebuah kewajaran, karena:
- Dunia kepenulisan adalah satu-satunya dinamika profesi yang paling diketahui oleh penulis. Jelas, tidak ada yang lebih tahu soal penulis selain penulis, bukan?
- Memang banyak kisah yang bisa digali dari pengalaman seorang penulis dalam menjalankan profesinya.
Setuju!
Penulis adalah orang dengan rasa penasaran dosis tinggi. Dia bisa saja berkawan dengan seorang penjaga museum, mewawancari seorang direktur museum, atau membaca belasan buku tentang bagaimana mengelola museum. Jadi, walau bukan praktisi museum, dia tetap akan mampu menceritakan kehidupan di dalam museum dengan meyakinkan. Lalu, jadilah karya-karya seperti Night at Museum, National Treasure, Da Vinci Code, dan sebagainya.
Seorang penulis selalu ingin menceritakan apa yang ada di otaknya kepada khalayak. Otomatis, seorang penulis (yang baik) selalu berwawasan luas. Sebab, dia selalu melakukan riset.
Riset berpotensi berkembang menjadi sebuah cerita. Maka perjuangan seorang penulis dalam berkarya atau menguak sesuatu pastinya bisa diangkat menjadi cerita yang seru.
Oke, rasanya terjawab sudah mengapa seorang penulis selalu tergoda untuk memasukkan tokoh penulis dalam karyanya. Bahkan Rie Yanti dan saya pun menulis novel semacam ini: Satin Merah. Sudah baca?
Jangan lupa film ‘Ghostwriter”. Itu mungkin kayak kamu. Tapi semoga endingnya nggak kayak di film itu. Hehehe.
Btw, saya mau nanya. Apa maksudnya, leadnya pakai english tapi body copy pakai bahasa? Saya pikir tadi aslinya artikel english…
Mochamad Yusuf´s last blog post ..Rahasia Rejeki (82): Tidur Nyenyak vs Insomnia
Ya, sebenarnya niat awalnya memang Inggris semua. Tp kok nggak sempat nerjemahin. Lama2 kemalasan ini jd budaya, hehehe. Ya udah, hibrid aja 😛
postingan nya bagus
kita bisa bertukar info di web kami unsri.ac.id
menarik. tapi karakter tokoh utama yang lebih dari satu permasalahan gimana? apakah boleh?
pemula.
Kenapa tidak? Tapi, sangat disarankan permasalahan utama (yg besar) hanya satu.
setuju ! emang sutradara nya bagus nih 😀