How to Characterize Your Heroes

Fictional character is like man with the maskCharacterization. Portrayal of fictional characters. That is one of the most important parts in fiction writing. All writers can create characters. But not all of them can create characters who will spawn emotion within the readers.

Firstly, you need to know in characterizing is that no one is entirely an angel, as no one is completely a demon. Then, start to scratch your heroes profile. The more detail the better. However, the basic is: his/her full name, gender, age, hobbies, physic, nature, and purpose of life. Once the profiles are defined, go develop those characters inside your storyline. The characters can be developed through the name, narration, dialogue, and the opinion of other characters.

You may shortcut the characterization by putting yourself as a character in the story. Or simply pick your friend, lover, brother or boss real life profile. Change some in here and there, so if they are not happy with your work, they cannot sue you. This method will work faster. However, I prefer to create my own heroes.

* * *

Tidak ada karya fiksi yang tidak punya tokoh atau karakter. Karakterisasi atau proses menciptakan tokoh pun menjadi hal yang krusial. Proses ini tidak terlalu sulit dilakukan. Yang perlu diingat sebenarnya sederhana: tidak ada orang (tokoh) yang sepenuhnya malaikat, sebagaimana tidak ada orang yang sepenuhnya iblis.

Setelah itu, mulailah menuliskan profil tokoh-tokoh Anda. Nama lengkapnya, jenis kelaminnya, umurnya, hobinya, fisiknya, sifatnya, tujuan hidupnya, dan sebagainya. Semakin detail semakin baik.

Lalu kembangkanlah tokoh-tokoh itu dalam alur cerita Anda. Karakter-karakter tersebut bisa dikembangkan melalui nama, narasi, dialog, dan pendapat atau sikap tokoh lain terhadapnya. Mari kita bahas satu-satu.

Nama

Pemberian nama bisa berpengaruh pada karakterisasi tokoh Anda. Contohnya, nama Teguh akan berkesan gigih, kuat mental, pantang menyerah. Sedangkan nama Mini kesannya centil, manja, genit. Tapi saya rasa, penamaan adalah jenis karakterisasi yang paling lemah. Dalam fiksi realis (fiksi-fiksi yang berusaha semirip mungkin dengan kehidupan nyata), kebanyakan nama-nama tokohnya justru bermakna netral. Pembaca tidak bisa menebak sifat tokoh itu hanya dari namanya.

Narasi

Pembentukan karakter fiksi melalui narasi sedikit lebih rumit, tapi masih relatif mudah dilakukan. Ketika ingin mengenalkan seorang tokoh, sisipkan saja keterangan seperti, “Riana adalah wanita yang terobsesi menjadi yang terdepan. Saat kuliah, dia datang paling pagi, duduk paling depan. Begitu juga saat naik kendaraan umum, Riana selalu duduk di barisan terdepan hanya untuk memastikan dirinya tiba lebih dulu dari penumpang-penumpang di belakangnya.”

Anda sebenarnya tidak harus mendeskripsikannya secara langsung seperti itu. Sebab, terkadang pembaca bisa mengenal seorang tokoh dari tindakan, lingkungan, harta benda, atau kombinasi ketiganya. “Meski digunakan setiap hari, debu sepeda motor kesayangannya dibiarkan menebal. Riana memang tak pernah punya waktu untuk merawatnya. Seandainya dalam 10 tahun motor itu tak pernah mogok, niscaya selama itu pula dia tak pernah menginjakkan kaki di bengkel.”

Dialog

Tentu ini berpengaruh sekali pada karakterisasi. Gaya bicara orang yang santun tentu berbeda dengan orang yang suka memaki. Karakter seorang tokoh pun bisa dilihat dari bagaimana dia bersilat logika. Jika Riana ingin Anda jadikan tokoh yang tidak mau kalah, perlihatkan itu dalam rangkaian ucapannya.

Riana dan temannya sedang beruntung. Mereka mendapat jatah makan siang dari panitia seminar. Satu pizza ukuran besar, dan satu lagi ukuran reguler. Tanpa menengok, Riana langsung menyahut pizza yang besar dan memakannya.

“Kapan kamu akan belajar bersikap sopan, Riana?” tegur temannya.

“Kenapa? Aku salah apa?”

“Yang lain belum ambil, kamu langsung ambil tanpa permisi. Yang besar pula. Nggak sopan banget!”

“Loh, emang kamu sopan?” tanya Riana balik dengan mulut penuh pizza. “Coba, kalau kamu duluan yang punya kesempatan milih kedua kotak pizza ini, mana yang bakal kamu pilih?”

“Pizza yang kecil, tentu saja,” jawab temannya mantap.

“Nah,” Riana tersenyum penuh kemenangan, “kenapa sekarang kamu protes? Sudahlah, sekarang makan saja yang kecil.”

Sekadar catatan, editor terkadang menyunting dialog tokoh-tokoh Anda sesuai standar umum. Artinya, dialek tokoh Sulawesi dan tokoh Bengkulu akan diseragamkan dengan struktur dan standar bahasa Indonesia. Maka hancurlah karakterisasi yang sedang Anda bangun.

Tapi jangan menyalahkan editor juga. Mereka bekerja supaya tulisan Anda lebih rapi, bernas, dan diterima umum (baku). Bila Anda yakin dialog yang rapi dan umum itu akan melemahkan karakter tokoh Anda, sampaikan saja. Si editor mungkin juga akan menyampaikan pertimbangannya. Sehingga nanti Anda berdua sampai pada pertanyaan, “Enaknya gimana nih?”

Pendapat atau Sikap Tokoh Lain

Seorang supir taksi dan penumpangnya terlibat percakapan. Muka penumpang itu tertekuk-tekuk. Dan setelah didesak, dia mengaku baru saja melakukan kesalahan: lupa menghadiri acara ultah anaknya.

Si supir berusaha menghibur, “Jangan sedih, Pak. Semua orang pasti melakukan kesalahan. Kita kan bukan Tony.”

“Tony?” dahi si penumpang berkerut.

“Iya, si Tony. Sampeyan ndak kenal Tony ya? Dia itu pria sempurna. Melakukan segalanya dengan benar. Tanpa kesalahan!”

“Hahaha, mana ada orang kayak gitu, Mas?”

“Lho, piye toh?” si supir tertawa masam. “Tony itu atlet hebat. Dia menangan kalau badminton. Dia bisa ngimbangi bos-bos main golf. Wawasannya luas. Dia juga punya daya ingat yang kuat. Ingat ulang tahun semua orang. Dia bisa memperbaiki apa saja. Nggak kayak saya yang pas memperbaiki sekering rumah, eh, satu RT mati semua.”

“Kayaknya dia memang istimewa ya,” penumpang itu tersenyum.

“Woo, ada lagi, Pak! Tony juga betul-betul tahu bagaimana memperlakukan wanita. Dia ndak akan mendebat wanitanya walaupun dia yang benar. Pakaiannya selalu rapi, wangi,” tutur si supir panjang-lebar.

Penumpang itu geleng-geleng. “Hebat banget teman sampeyan itu.”

Sopir taksi menjawab, “Teman? Wah, Tony bukan teman saya, Pak. Bahkan saya ndak pernah ketemu dia. Tony itu kan sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Dan saya menikahi Riana, jandanya.”

Anda tidak kenal siapa Tony, supir taksi, maupun penumpang itu. Namun Anda bisa menebak bagaimana karakter istri si supir taksi: sulit dipuaskan, penuntut, suka membanding-bandingkan (mantan suaminya dan suami barunya).

Nah, saya yakin Anda mampu menciptakan tokoh-tokoh fiktif yang tak kalah menarik.

Mau tahu cara cepatnya? Jadikan diri Anda salah satu tokoh dalam cerita. Atau sekalian, jadikan diri Anda tokoh utamanya! Bukankah sudah banyak pengarang yang memasukkan dirinya sebagai tokoh utama kisah-kisahnya? Hanya saya ingatkan, Anda harus punya cerita hidup yang luar biasa untuk mengikuti aliran “narsisme” ini.

Cara gampang lainnya, comot saja profil orang-orang sekitar Anda. Mungkin teman, pacar, saudara, orangtua, bos, anak buah. Tapi untuk menghindari konsekwensi hukum (apalagi kalau ini tokoh antagonis), saya sarankan untuk melakukan beberapa perubahan. Misalnya, ganti namanya, umurnya, kalau dia wanita balikkan jadi pria, dan seterusnya. Bagaimanapun, jangan mengganti ciri utama orang itu. Jangan pula mengganti sebagian besar cirinya. Karena kalau demikian, apa bedanya dengan Anda menciptakan tokoh baru dari nol?

Oke. Saya tinggalkan Anda di sini untuk bereksperimen sendiri dengan tokoh-tokoh Anda.

BAGIKAN HALAMAN INI DI

9 thoughts on “How to Characterize Your Heroes”

  1. yups bener bangt cara cepat mengetahui siapa karakter superhero adalah diri ini sendiri yang harus jadi pahlawannya.. ahihihi,, mantep ni.. 🙂

    Reply
  2. Itu cara cepat, tanpa perlu mengarang2 lagi. Tp kalau sering2 begitu, hati2 pembaca bosan dan menganggap kita penulis narsis. Hehehe….

    Reply

Leave a Comment

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!