6 Kebiasaan Buruk Penulis

6 Kebiasaan Buruk Penulis

Semua orang memiliki kebiasaan buruk alias bad habits, termasuk mereka yang menekuni profesi penulis. Diakui atau tidak, kebiasaan-kebiasaan buruk penulis ini menjangkiti bukan saja pemula, melainkan juga mereka yang sudah berjam terbang tinggi.

Tentunya, kebiasaan buruk penulis adalah perilaku atau sikap yang merugikan proses kreatif seorang penulis. Kebiasaan buruk ini bisa berasal dari diri sendiri maupun lingkungannya. Mulai dari menunda-nunda pekerjaan, sampai terlalu perfeksionis. Untuk lengkapnya, lanjutkan membaca.

1. Terlalu Khawatir Ceritanya Jelek

Akibat kebiasaan buruk penulis yang pertama ini setidaknya ada dua. Pertama, penulis itu tidak kunjung mulai menulis karena minder atau merasa tak ada gunanya diteruskan. Kedua, kalaupun jadi menulis, ia akan sedikit-sedikit membaca ulang atau mengedit. Jadi, penulisannya selalu tersendat dan tidak selesai-selesai.

  • ANTISIPASI: Yakinlah bahwa tulisan jelek sebenarnya bukan masalah, selama kita tidak menunjukkannya ke orang lain. Maka tulislah saja sampai tuntas. Baru setelah itu, lakukan swaedit dan pertajam. Tidak ada tulisan yang bagus. Yang ada hanya tulisan ulang yang bagus.

2. Takut Naskahnya belum Sempurna

Pelaku kebiasaan buruk penulis yang ini selangkah lebih maju, karena karyanya sudah jadi. Namun, sebaiknya kebiasaan ini juga Anda hindari. Mengapa? Akibat obsesi menyempurnakan karya, tanpa sadar Anda akan terus membaca ulang dan menyunting naskah.

Memang, tindakan ini memang masih lebih baik dibanding penulis yang kelewat pede (baru selesai menulis langsung dikirim atau diterbitkan sendiri). Masalahnya, mau sampai kapan merevisi naskah?

  • ANTISIPASI: Sudahlah, kirimkan saja ke penerbit, PH, atau media. Serahkan saja monyetnya! Mereka akan membantu Anda menyempurnakan naskah itu. Meskipun, itu tetap bukan jaminan. Bagaimanapun, audiens selalu punya pendapat yang berbeda dengan Anda maupun editor Anda. Takkan pernah ada produk yang tanpa cacat. Jadi, santai saja. Daripada berkutat merevisi karya yang itu-itu saja, lebih baik gunakan waktu untuk menulis karya yang lain.

3. Berpikir seperti Seniman

Tidak membiasakan diri rutin menulis? Maunya menunggu mood? Menanti ilham? Kebiasaan-kebiasaan buruk penulis semacam itu sudah kuno, Kawan! Bisa jadi, itu hampir sama sia-sianya dengan kelakuan tokoh Vladimir dan Estragon dalam En attendant Godot (Menunggu Godot). Anda bisa menyakiti banyak pihak bila menganut etos kerja seperti ini. Minimal, kebiasaan buruk ini akan membuat Anda tidak produktif.

  • ANTISIPASI: Tetapkan waktu tertentu untuk menulis. Ada ide atau tidak, tetaplah menulis. Patuhi aturan sederhana ini.

4. Suka Meniru-niru Penulis Lain

Memang, orang bilang, “There’s nothing new under the sun.” Semua tema penulisan pasti pernah terpikirkan oleh penulis lain, entah sekadar mirip atau sama persis. Namun, bila ada tren cerita percintaan religius Anda ikut menulisnya, ada cerita vampir unyu Anda banting setir ke genre tersebut, rasanya sungguh menyedihkan kehidupan penulisan Anda.

  • ANTISIPASI: Jadilah pengekor, plagiaris atau apapun yang menyedihkan saat Anda baru belajar menulis saja. Setelah fase itu terlewati, tunjukkan jati diri kepenulisan Anda! Karena hanya dengan cara itulah kita bisa berkembang. Apakah Kylian Mbappé tertarik menjadi pebulutangkis seandainya gajinya melebihi jadi atlet sepak bola? Tidak mungkin!

5. Malas Mencatat Ide-ide Remeh

Ini kebiasaan buruk penulis berikutnya. Bayangkan Anda di meja makan. Hidangan telah siap, air liur sudah terbit, tiba-tiba terlintas ide kecil yang unik. Apa yang Anda lakukan? Apakah pergi mengambil pulpen dan mencatat ide itu?

Kebanyakan orang akan meneruskan makan dulu. Habiskan dahulu hidangan itu, baru nanti menindaklanjuti ilham tadi.

Namun, apa yang biasanya terjadi setelah makan? Ide itu hilang. Dan karena ide tadi tidak cukup besar, maka kita tak berusaha keras untuk mengingat-ingatnya kembali. Padahal, ide-ide remeh itu terkadang dapat menjelma menjadi karya besar, atau minimal bisa mempermanis ide utama cerita kita.

  • ANTISIPASI: Kapan pun ide unik datang dan seberapa remehnya, sebisa mungkin segera Anda catat. Tidak ada pulpen, gunakan ponsel. Malah bagus, karena ponsel bisa menyala. Sehingga bila ide itu datang saat kita di ruang gelap, tidak ada masalah mengetiknya. Hanya, kalau datangnya ide sewaktu menonton film di bioskop, sebaiknya ponselnya ditutupi supaya sinarnya tidak mengganggu penonton lain.

6. Menunda Penulisan

Jujur saja, ini keburukan saya sendiri. Tahun 2012 lalu, saya jalan-jalan ke Jerman. Tentu, banyak hal yang ingin saya angkat menjadi tulisan. Namun, saya tak kunjung menulisnya. Mentang-mentang tiket, jadwal acara, foto dan benda-benda yang berhubungan dengan perjalanan sudah di tangan, saya pun bersantai.

Setahun berlalu, saya baru mencoba menulisnya. Tentu saja berat! Detail-detail yang mampu membuat tulisan lebih hidup itu ternyata telah lenyap dari memori saya. Akhirnya, saya pun melepas kenangan itu tanpa tulisan yang komprehensif. Kebodohan ini jangan Anda tiru, ya… 🙁

  • ANTISIPASI: Jadwalkan menulis 30 menit saja sehari. Lepas dari setengah jam, silakan kerjakan hal-hal lain, atau boleh bermalas-malasan lagi. Tetapi serius dan fokuslah selama 30 menit itu. Tahukah Anda, kebanyakan orang akan keterusan menulis, bahkan setelah 30 menit sudah jauh terlewati. Fisikawan Isaac Newton berkata, “Semua benda diam akan tetap diam. Semua benda bergerak akan terus bergerak.” Kurang lebih begitu pula manusia. Jika Anda sudah bergerak selama 30 menit, secara teori, Anda akan (ke)terus(an) bergerak.

Itulah 6 kebiasan buruk penulis yang perlu Anda hindari. Ada yang mau menambahkan dengan kebiasaan-kebiasaan buruk Anda sendiri? Bagaimana Anda mengantisipasinya? Atau, jangan-jangan masih terbawa oleh kebiasaan buruk itu dan belum menemukan solusinya sampai sekarang? Tulis di kolom komentar, ya.

BAGIKAN HALAMAN INI DI

5 thoughts on “6 Kebiasaan Buruk Penulis”

  1. Kebiasaan burukku adalah… lebih banyak berkhayal daripada kerja. Nonton film yang penulisnya bekerja di tepi danau, di taman, dan sebagainya… langsung melamun bahwa itulah kondisi terideal. Padahal praktiknya, waktu coba nulis di taman terbuka begitu malah masuk angin:D
    Jadi mungkin sebaiknya penulis berpijak pada kenyataan:)

    Reply
  2. Hahaha…. Setuju, Teh. Tapi aku sih nggak masuk angin kalau nulis di luar seperti di danau, taman, atau pantai. Tapi khawatir aja faktor keamanan (diincar terus dirampok) dan kenyamanan (sulit konsen karena mata kelilipan, laptop takut berdebu, dll). Di luar, mending menikmati suasana aja. Menulisnya mah tetep di kamar 😀

    Reply
  3. kebiasaan burukku, sudah banyak ide yg kucatat di bank ide (buku vcatatan) tp tdk segera menulisnya krn banyak alasan (sibuk ini dan itu, capek, dll) 😀

    Reply

Leave a Reply to Brahmanto Anindito Cancel reply

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!