Setelah bertahun-tahun malang melintang sebagai penikmat fiksi, saya jadi semakin prihatin dengan perkembangannya di Indonesia. Yang paling kentara adalah filmnya (sinetron termasuk film). Di sana banyak pencontekan, bahkan plagiat, terhadap film-film luar. Memang, mereka terkadang memiliki ijin memproduksi versi Indonesianya (remake). Tapi bukankah dengan begitu kian terbukti bahwa kita telah dan sedang kekeringan ide cerita?
Saya ingin mengkritik sekeras-kerasnya keadaan ini, namun khawatir nanti malah merebut sandang-pangan kritikus yang jumlahnya sudah seabrek di negara kita. Maka alih-alih mengkritik, saya dan teman-teman memilih berkarya saja. Tapi jumlah karya itu kecil sekali, ternyata.
Barangkali di antara Anda ada yang suka menulis atau punya karya fiksi unik, menarik, minimal ceritanya tidak pasaran. Bukan misalnya, cerita mertua meracuni menantu, jenazah berbelatung anak SMU yang selama hidupnya kurang ajar, pocong-pocongan, atau sebangsanya. Jika berkenan, Anda bisa menggabungkannya dengan karya-karya kami. Berbentuk apapun fiksi tersebut (novel, skenario, cerpen, cerpan, komik), kami tunggu di email kami.
Peran kita nantinya mungkin tetap tak banyak. Namun kami percaya itu akan cukup memberi warna lain perfiksian Indonesia. Dengan demikian, krisis ide ini pelan-pelan akan berlalu. Jayalah fiksi Indonesia!
Tulisan ini dimuat di Harian Surya, Jumat 30 Maret 2007. |