Upaya Hanung Bramantyo Membumikan Cerita Ayat-ayat Cinta

Wuah, akhirnya! Jadi juga menonton Ayat-ayat Cinta.

Di media novel, kehebatan kisah karya Habiburrahman El Shirazy ini terfasilitasi oleh kesempatan seluas-luasnya pengarang untuk bertutur detail. Sementara di filmnya, kedahsyatan cerita ini terfasilitasi oleh efek audio serta visualisasi yang memanjakan mata. Mana yang lebih saya rekomendasikan? Tidak salah satunya. Saya merekomendasikan dua-duanya. Karena, baik novelnya maupun filmnya, sama-sama membuat saya merinding.

Sekedar mengingatkan, Ayat-ayat Cinta bertutur tentang jatuh-bangun hidup Fahri bin Abdullah Shiddiq, pemuda dari Indonesia yang menyelesaikan S2-nya di Universitas Al Ahzar, Mesir. Di sana Fahri menemui banyak tantangan, mulai dari masalah keuangan, kehidupan bertetangga, kesehatan, sampai urusan cinta. Satu per satu tantangan tersebut diselesaikannya dengan cara yang islami.

Entah sengaja atau tidak, Fahri digambarkan oleh sang novelis dengan begitu sempurna: Cerdas, bijak, baik hati, sporty (suka main sepakbola), tampan, romantis, dan … dekat dengan Tuhan. Yang menarik, kedekatan Fahri dengan Tuhan ini tidak hanya diklaim orang-orang sekelilingnya, melainkan juga dirinya sendiri.

Ingatkah Anda pada adegan novel ketika Fahri bermimpi bertemu dan berdialog dengan Abdullah bin Mas’ud (halaman 181, bab 14)? Fahri mendiskusikan mushaf Utsmani dengan tokoh yang sudah meninggal itu dalam mimpinya. Keesokan harinya, datanglah Syaikh Utsman, guru Fahri, yang mengafirmasi kehadiran Abdullah radhiyallahu anhu dalam mimpi mereka. Fahri akhirnya bernarasi (karena ini novel dengan sudut pandang orang pertama) di halaman 185 bab 15, “Jawaban singkat Syaikh Utsman menyadarkan diriku akan kekuatan mimpi orang-orang soleh yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala.” Suka atau tidak, narasi tersebut menyiratkan bahwa tokoh Fahri sendiri menganggap dirinya soleh dan dicintai Allah.

Kesempurnaan demi kesempurnaan itulah yang coba “dibelokkan” di dalam adaptasi produksi MD Pictures ini. Di tangan sang sutradara (Hanung Bramantyo) serta penulis skenario (Salman Aristo dan Ginatri S. Noer), tokoh Ayat-ayat Cinta menjadi lebih manusiawi. Lebih membumi. Fahri jadi peragu, rapuh, bisa meledak, tidak selalu beruntung. Tokoh Aisha jadi pecemburu, suka bertindak sepihak, bahkan membantah suaminya.

Hanung menjelaskan semuanya melalui blog Friendsternya, “Di novel, saya mendapatkan kesan Fahri seorang jagoan, seorang nabi yang sedang memberikan wejangan pada umatnya. Saya tidak bisa membayangkan jika itu difilmkan. Pasti jadinya seperti sinetron religius yang berisi ceramah-ceramah verbal. Film adalah bahasa visual, karena itu saya menghindari verbalitas.”

Tapi rupanya keputusan Hanung mengecewakan penggemar novel atau cerbung (sewaktu masih dimuat di Harian Republika) Kang Abik—panggilan akrab Habiburrahman. Dilihat dari kualitas dakwah yang ingin disampaikan, film Ayat-ayat Cinta memang merupakan kemunduran dibandingkan novelnya. Namun dari segi kuantitas, saya kira filmnya akan menjangkau khalayak yang lebih luas. Tetap religius, tapi inklusif.

“Bagi saya, religius adalah ketika manusia berada dalam kesadaran penuh atas ketidaksempurnaannya. Ketidaksempurnaan itu membuat manusia merasa dirinya tolol, merunduk, bersujud dan … bertawakal. Saya merasa pada saat difitnah, Fahri menjadi tokoh yang sangat saya cintai. Sebelumnya, Fahri adalah malaikat. Fahri adalah lelaki sempurna yang menurut saya tidak ada di dunia ini. Sekalipun Kang Abik bilang sosok Fahri banyak kita temui di Kairo, saya tetap tidak percaya. Saya memang melihat banyak Fahri di sana: Orang dengan pengetahuan agama Islam tinggi, rendah hati, pejuang hidup, sederhana dan pintar. Keraguan saya bertambah ketika tahu Fahri ternyata dicintai oleh empat gadis cantik dengan karakteristik berbeda: Maria, Nurul, Noura, dan Aisha yang keturunan Jerman-Turki-Palsetina. Aisha kaya raya, setia, pintar, solehah, bahkan rela suaminya berpoligami. Sungguh, saya tidak tahan melihat sosok Fahri yang tanpa cacat itu,” terang peraih Piala Citra 2004 dan 2007 untuk kategori Sutradara Terbaik ini.

Kutak-katik tokoh, alur dan treatment pun dilakukan. Dan segera menjadi bumerang, khususnya di mata penggemar Habiburrahman. Beberapa fans Ayat-ayat Cinta versi cetak menganggap Hanung terlalu bebas mengadaptasi novel best seller ini.

Tapi bukankah ekranisasi dari dulu tidak harus 100% patuh pada novel? Ada bagian yang ditambahi, dikurangi, dipertahankan, dibelokkan, dipertajam. Itu lumrah, terserah sineasnya. Sama seperti novelisasi film. Tidak harus persis filmnya. Coba tonton ekranisasi Laskar Pelangi. Atau baca Naga Bonar Jadi 2 versi Akmal Nasery Basral. Tidak sama dengan film besutan Deddy Mizwar, bukan? Beberapa sudut pandang dihilangkan, sebagian lagi diperkaya. Tidak ada masalah. Malah menuai pujian di sana-sini.

Justru karya adaptasi yang setia pada karya media sebelumnyalah yang saya pikir tidak menarik. Contohnya beberapa novel yang diadaptasi dari film-film popcorn Indonesia tahun-tahun belakangan ini yang membuat konsumen bergumam, “Udah nonton filmnya, ngapain juga beli novelnya. Toh isinya sama persis.” Dalam adaptasi, modifikasi kreatif memang diperlukan.

Nah, lantas apakah modifikasi kreatif film Ayat-ayat Cinta sesuai selera sebagian besar konsumen atau tidak, itu lain masalah. Semua orang berhak menilai. Saya sendiri kecewa pada beberapa bagian di film bersetting Mesir tapi syuting di India ini yang menurut saya kurang islami. Tapi itulah produk massal. Mustahil semua konsumen terpuaskan.

Yang jelas, apapun hujatan-kritik-caci maki orang-orang di luar sana terhadap film Ayat-ayat Cinta, saya tetap menghargai usaha Hanung Bramantyo dalam mempersembahkan sisi religiusitasnya. Dengar-dengar, mulai dari proses produksi (syuting) sampai gala premiere, timnya terus-terusan mengalami kesialan.

Sudah begitu, sampai di Indonesia, filmnya dibajak pula! Banyak yang mengunduh fail bajakannya atau mengopi DVD ilegalnya, untuk kemudian di-share lagi. Yang lebih menyedihkan, sebagian melakukan itu bukannya buat menikmati karya besar sutradara kenamaan Indonesia ini, mereka menonton bajakannya hanya supaya punya energi berlimpah untuk berteriak, “Film ini tidak islami seperti novelnya!!!”

Tapi itu masih sopan. Bila Anda punya waktu, silakan blogwalking mencari hujatan-hujatan yang jauh lebih “mengerikan” terhadap film yang diproduseri Dhamoo dan Manoj Punjabi ini.

Kalau sekedar mengungkapkan kekecewaannya di blog pribadi, itu wajar (siapapun berhak beropini). Kalau sekedar mendikte-dikte sineas tentang bagian mana yang seharusnya ada dan yang mestinya tidak ada, bagaimana harusnya setiap tokoh ditampilkan … itu juga wajar (namanya kritikus ya gitu itu sejak dulu).

Namun yang bikin saya miris, ada yang mencerca film Ayat-ayat Cinta (bahkan mengumpat pribadi sutradaranya) dengan kata-kata yang pastinya tidak islami. Ada yang menyamakan karya ini dengan karya orang-orang kafir. Ada yang berkampanye supaya jangan pergi ke bioskop (“Kalau bener-bener penasaran, tonton aja bajakannya!” kurang-lebih demikian himbauan mereka).

Saya yang tidak ikut punya film saja turut sakit hati membaca tulisan-tulisan sangar itu. Apalagi tim film Ayat-ayat Cinta. Yah, semoga mereka diberi ketabahan sebagaimana tokoh Fahri tatkala difitnah dengan sadis.

Eh, ngomong-ngomong, terima kasih ya sudah mewarnai bioskop-bioskop di Indonesia dengan karya yang islami.

BAGIKAN HALAMAN INI DI

62 thoughts on “Upaya Hanung Bramantyo Membumikan Cerita Ayat-ayat Cinta”

  1. Memang susah Mas menghargai karya bangsa sendiri, dari sekian juta rakyat yg ada di negeri ini mungkin hanya satu dua yg mau menghargainnya. Dihimbau aja kepada mereka yg “tdk suka” utk membuat film dr novel yg sama namun menurut versi mereka, bisa gak ya kira-2 ? hehehehe …

    Reply
  2. Hehehe, aku jg mau menghimbau gitu ke mrk. Tp kayaknya percuma. Jd biarkan saja pengkritik2 itu mengatakan apa yg mrk mau. Kita mah berkarya aja. Trims ya, Mas Atok.

    Reply
  3. Film sebagus itu kok bisa di bajak…gimana bisa tembusnya..??
    film itu blom lounching aku udah bisa nonton dari hasil donload..

    Reply
  4. astagfirullah halazim…. (seperti saat fahri tersadar bahwa dia manusia yang tak sabar dan tidak ikhlas). Aku juga sempat melihat bajaknnya mas, tapi buatku menghargai apa yang sudah dibuat dengan kesungguhan itu tetap perlu…. tindakkanku memang salah. ilegal. pembajak. tetapi rasa hormatku akan usaha mas Hanung dan timnya membuat mulut dan tangan ku tak perlu membicarakannya di internet. baru 2 hari yang lalu aku tahu kalau banyak yang sudah melihat bajakannya dan mereka seperti profesor film saja, beropini memang pantas. bahkan perlu, berani berbicara. namun kenapa tidak menjadi provokatif yang proaktif

    Reply
  5. mungkin akan lebih baik kalo para pencerca dan pengamat film itu membuat sendiri film AAC sesuai dengan imajinasinya ketika membaca novelnya…

    lha ini kan yg baca Hanung, jadi ya harus memaklumi, imajinasinya juga beda lah…

    tapi personally, saya suka film ini….
    minimal membuat cewek cewek di kantorku jadi lebih ” lembut” ketika berpapasan dengan kata “poligami” dan
    tidak sesangar dan se sarkas sebelumnya… hehehehe

    Reply
  6. bagus bgt……………tp saya kecewa ketika di novel latarnya ada di mesir ternyata syutingnya di india……

    Reply
  7. Terima kasih Rully, Dwides, Bangun, Masdhenk dan Aisyah. Konon yg bocorin AAC tuh orang dlm. Yg paling masuk akal emang orang dlm sih. Tp nggak tau jg. Membajak film manca sebelumnya kan fenomena (memalukan) yg biasa di Indonesia. Lha ini mbajak film Indonesia? Dobel memalukan. Duh, teganya ….

    Btw ada yg kelupaan kutulis. Kalau film ini dieksekusi persis novelnya, dg teori goblik2an “1 halaman = 1 menit”, mk durasi yg diperlukan adalah sekitar 400 menit atau hampir 7 jam! Emang ada yg mau nonton bioskop segitu lama? Atau kalau mau detail kyk novel ya AAC dijadikan sinetron aja (nggak keren banget kan). Itulah kenapa sineas melakukan seleksi adegan habis2an, seleksi tokoh2 apa sj yg penting ditampilkan dan siapa yg dibuang. Jd hslnya jls nggak sedetail novelnya.

    Mesirnya di film nggak keeksplor ya? Aku jg merasa gitu. Sebetulnya tim ini mau produksi di Mesir. Tp krn PH rekanan di sana mematok tarif gila2an, tim dari Indonesia pun mundur. Inilah kesialan pertama tim AAC (jauh sebelum kesialan yg kesekian: Pembajakan!). Produksi mau dibatalkan, krn setting itu unsur vital. Novel Kang Abik kan kental sekali nuansa Mesirnya. Tp produsernya memutuskan terus. Katanya dia udah janji ke banyak orang utk memproduksi AAC. Ya udah. Jdlah film ini.

    Makanya, mari kita hargai. Atau kalau tetap tidak suka AAC versi Hanung, ya nggak papa jg, nggak usah beli tiket bioskopnya atau nggak usah merekomendasikannya ke teman2. Tp jangan pakai teriak2 caci maki di internet segala. Itu kan nggak islami.

    Reply
  8. Iya, tuh… kurang kerjaan banget mereka yang protes** itu

    Wong ada sutradara yang ngulas film homosexualitas (sesuatu yang dilarang islam) dibiarin kok, truz sutadara itu bikin film tetang poligami (sesuatu yang diperbolehkan meski tidak dianjurkan dalam islam) dgn gambaran tentang poliami yang ga ada bagus** nya, setelah itu bikin lagi film teroris (islam lagi yag kena)…. Keknya tuh sutradara emang ga suka apa** yg berbau islam d.

    Ngapain mas Hanung yang udah jelas** menundukkan diri ‘n berikhtiar untuk bikin film islami malah dicerca!! Kalian tu salah sasaran!!!

    Reply
  9. ^_^ Sepertinya aku tahu siapa sutradara yg kamu maksud itu, Nirmala. Tp udahlah. Mari kita saling apresiasi aja. Btw, udah nonton AAC? Bagus kan?

    Reply
  10. aku juga dah nonton film ayat-ayat cinta, baik versi bajakan maupun versi bioskop… tak ada perbedaan yang mendasar, tapi secara kualitas sangatlah jauh… aku lebih nyaman nonton di bioskop 🙂

    Reply
  11. masalah penonton kebanyakan bukan melihat pada konteks cerita atau kandungan cerita dari novel ke bioskop atau sebaliknya, tp lebih suka merhatiin detil deskripsi cerita. Mudah2an berikutnya film2 sejenis ini menemukan cara pendekatan filmis yg lebih unik dan menantang, biar setaraf dgn sineas Iran. =)

    Reply
  12. saya setuju dengan pendapat yang punya blog.
    semua tokoh yg di AAC dibuat lebih manusiawi. tapi tidak menghilangkan unsur dakwah film ini. saya suka itu, walaupun banyak pembaca AAC yang menyayangkan hal itu. lagian, emang gampang bikin film..

    menurut saya, sebelum mengkritik Sutradaranya (Pak Hanung), harusnya orang² membaca curhatan beliau yang 4 bab itu.. supaya tau susahnya buat film kaya AAC ini..

    Reply
  13. alhamduLillah,,saya baru saja menonton film maha dahsyat ini,,,
    saya sebagai seorang cowok normal,,,,,sempat meneteskan air mata saat adegan Maria sdg sakit dan menikah dgn fahri,,,itu konflik yg sangat berat dirasakan oleh aisha,,,

    menurut saya,,secara keseluruhan memang banyak adegan2 yang dipotong,,,,ga 100% seperti dLm noveL,,dan itu menurut saya wajar2 saja,,karena ga mungkin menampilkan secara detail kan?? butuh waktu sehari kita nontonnya,,,

    trus,,buat mas hanung dan crew,,saya sangat menghargai usahanya membuat film ini,,,,dan filmnya banyak yg nonton kok di bioskop2,,tenang aja lah mas,,,filmnya bakalan sukses,,insya allah,,,

    bagi yg kurang suka filmnya,,,,jgn mencaci2 dong,,,cb anda yg buat film,,pasti ga bermutu sekali,,,

    yasudah lahh,,udah mujur ada sutradara seperti mas hanung yg buat,,daripada ga ada sama sekali?? anda kecewa jg kan?? katanya penasaran gmn novel ini diangkat untuk jadi film??

    Reply
  14. ini cuma film yang menjual Islam.. gak lebih dr film mayat terbakar atau kyai yg ngusir setan… jgn dilebihkan!!!!
    banyak sekaleee kelemahan baik dr NOVEL apalagi dr FILM.. jgn pake jargon ISLAM, ini film cinta biasa… spt film Indonesia lain yg selalu bertema dangkal dgn jalan cerita yg itu-itu saja..BASI.. gak bakal bisa bikin film sehebat film kualitas OSCAR hollywood, ato film action sedashyat hollywood/hongkong.. ato film horor seheboh/ngeri film barat.. FILM ind cinta2an cuma tembre..modal cekak,tema norak!!
    perjuangan gigih..??!!?? milih pemain film agama itu harus punya acuan moral. gak spt fil lain yg wajar pake pemain PALSU (dikehidupan nyata beda dgn film). kalo film yg KATANYA film agama..ya pemain harus sholeh..sholehah..dan seiman dan semahram. pilih pemain kok suka dugem..hedonis! berharap mereka bakal baik?? GAK BAKALAN krn mereka itu kan berhati PALSU..lihat christy jusung yg kaleeeemm waktu maen Lorong Waktu, lepas itu..?busana minim smp buahdada kelihatan juga diumbar!! sama spt yg lain..kecuali mgkn Zaskia..Inneke yg udah sadar (alhamdulillah).
    berharap penoonton jd baek dan alim? JGN muluk2 !! penonton itu habis nonton ya ilang di kepala..nonton cuma liat romantismenya kok, gak pengaruh apakah film itu pake embel2 Islam atau menjual islam… plis deh mas Hanung.. jgn terlalu pake jargon ISlam deh… biasa aja…

    Reply
  15. “iri tanda tak mampu” : ungkapan basi dari orang yg merasa hebat hingga tak mau dikritik … biasanya diucapin anak2 ABG yang asal ikut trend dan mode tp tak punya idealisme. Kalo soal laris itu bukan acuan, NARKOBA juga laris manis apa berarti bagus dan baik? film india pun ditonton jutaan orang di India sono dan di Indonesia meski cerita norak, tema naif, adegan mengada-ada dan alur terlalu dipaksakan. Ucapan: emang apa yg bisa kita lakukan..bisa gak bikin film sih?….. itu ucapan orang yang sombong, seperti PEJABAT yg memerintah dgn santai merasa sudah berbuat padahal masih buanyaaak rakyat kelaparan-sekolah ambruk-rakyat tertidas..saat dikritik jawabannya: “Apa yg sudah anda lakukan? Tahu enggak susahnya jadi pejabat? kalo bisa anda saja yang bikin peraturan dan kebijakan!” ini ucapan pecundang! Yang ketika dikritik tentang BIDANG YANG DIA MAMPU dan AHLI tapi melimpahkan/melemparkan ke orang lain. Coba kalo memang mau bikin film yang bagus: bikin film tentang anggota DPR korupsi, Oknum TNI yang korup dan jadi backing cukong.. berani? bikin film Islam yang menyindir ulah artis yang hedonisme, suka pesta, pacaran (+ganti2 pacar)…bikin film politik seperti The West Wing
    tentang intrik di White House yg berebut pengaruh/kekuasaan. Bisa bikin film tentang Istana tentang perebutan pengaruh para menteri.. atau tentang DPR yang nilep uang rakyat dan menerima uang terimakasih dari bos/mafia/cukong/pengusaha. Berani?? Jangan lempar ke orang lain, tapi bikinlah sesuai bidang anda.
    Cinta Film/Produk Indonesia TIDAK HARUS membabi buta! Orang Indonesia kan ANDALAN-nya selalu ungkapan cintailah produk Indonesia.. meski jelek dan norak/naif! kalo cinta itu ya gak cuma muji tapi juga harus mau menerima kritikan dan kelemahan, bangsa lain maju karena MAU dan MAMPU menerima kritika bahka hujatan. Kita HARUS cinta film Indonesia tapi yg berkualitas, jangan hanya asal cinta.Saya CINTA film INdonesia yg berkualtas sperti Cut Nyak Dhien, NagaBonar 2, Atau Kiamat sudah dekat..dan Daun Diatas Bantal, Langitku Rumahku..HEBAT!!! Menyentuh….!! Film AAC ini laku bukan karena bagus, tapi karena mayoritas remaja yg selalu ikut2an dan takut dibilang ketinggalan kalo tidak nonton FILM CINTA belaka
    (bukan film Islam). Kalo dibilang film Islam… kok ya ceritanya: mau nikah sama orang yg belum jelas masuk ISlam, kok ya Mahasisswa calon S2 percaya sama analisa: Maria bisa membaik jika Fahri pegang tangan..analisa macam apa dan oleh siapa??!!!?? Dokter aja gak bilang gitu!! Kok ya Cowok yg Tau Ilmu agama+taat ibadah nikah sama sama orang non Muslim yang para Sahabat pun menngharamkan (katanya ketemu Sahabat) dan TIDAK YAKIN oleh pertolongan Allah dgn MEMANFAATKAN orang sakit agar dirinya bebas dari jerat/fitnah hukum!! Kok cowok taat ibadah tidak tau kalo SIAPAPUN bisa ditiru oleh SETAN kecuali Rasulullah SAW !!
    SIAPAPUN bisa ditiru SETAN dalam mimpi..kecuali Nabi Muhammad!! kok ya sutradara yg selalu pake ucapan Islam milih pemain yg GAUL ABIZZZ dan suka DUGEM…!!! dan tidak ada jaminan (JANJI) dari pemain untuk taat ibadah/nyantri dulu sebelum main FIlm…. ARTINYA saat dipilih PURA_PURA alim trus habis film selesai..kita lihat kelakuan pemain apalagi pemain yg ceweknya…!!!
    INI BUKAN FILM ISLAM..tapi FILM YG MENJUAL ISLAM..FILM CINTA BIASA yg MEMANFAATKAN SIMBOL-SIMBOL ISLAM !!!
    Gak usah debat lagi: Tanya Pengarangnya apakah sudh memenuhi kriteria film Islami? apakah SETUJU dan RIDHO dengan pemain yang kurang tuntunan Islam?????? Jangan bikin pendapat sendiri tentang Islam, TANYA USTAD tapi BUKAN ustad GAUL spt UJE, tanya ustad Arifin Ilham.. AA Gym tentang cowok-cewek yang bukan mahram pegangan tangan dan pelukan apakah ini HALAL???? jangan asal ada
    bau-bau islam trus di klaim FILM Islam!!!! Jauuuuhh…..

    Reply
  16. Saya sangat kecewa sekali dengan kritik yang dilontarkan oleh sebagian masyarakat yang kurang atau tidak menyukai film fenomenal AAC ini.. Salah satunya oleh rekan ANTI AAC tertanggal 4 Maret. Disitu rekan ini menjelaskan panjang lebar kritikannya,. seolah-olah rekan ini bener2 mengerti apa itu film Islam dan ke’sucia’an Islam yang tidak boleh dinodai dengan pemain film yang tidak ‘suci’ juga…
    Tapi, yang saya HERAN kan, kenapa rekan ini mengungkapkan kritikannya dengan cara ‘seperti itu’???. Bukankah cara mengkritik yang anda sajikan itu jelas-jelas jauh dari rekomendasi agama Islam? Anda saja malah lebih condong ke Aa Gym daripada Uje, berarti mungkin anda berpikir bahwa lebih baik aa Gym daripada Uje, tapi kenapa anda tidak meniru seni mengkritik yang didakwahkan aa Gym?? Anda seperti orang kesetanan (maaf) membabi buta mengkritik film ini untuk menunjukkan ke-tidak sukaan anda pada film ini.
    Menurut saya, cukup anda kasi kritik saja, tapi dengan bahasa yang halus dan mendidik seperti yang dicontohkan oleh nabi kita..
    Saya malah SALUT sekaligus PRIHATIN dengan sutradaranya. SALUTdengan keberaniannya dan pengorbanannya untuk membuat film ini. Dia mau untuk menetralisir film Indonesia yang selama ini filmnya nota bene bertema horor dan percintaan anak muda yang
    tidak tersentuh nilai Islam. Kemudian PRIHATIN dengan proses pembuatan film ini yang penuh liku dan cobaan… Saya rasa, mungkin disini ada hikmahnya. bisa jadi Allah memberikan peringatan pada kru-kru nya untuk lebih istiqamah lagi, atau Allah memberikan cobaan dengan kesulitan agar kru-kru bisa ikhlas, sehingga pada akhirnya Allah akan menjanjikan KEMUDAHAN setelah KESULITAN.

    Buat mas Hanung Bramantyo, saya ucapkan trima kasih banyak atas jerih payah, usaha, dan pengorbanannya dalam pembuatan film ini. semoga dapat memberikan edukasi yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik. amin.

    saya berharap, mudah2an mas Hanung tidak kapok untuk membuat film ber genre seperti AAC. Saya malah ingin mas Hanung membuat fllm dari noverl2 kang Abik lainnya, seperti KETIKA CINTA BERTASBIH.
    dan ini cuma saran saya aja ya…. gimana utk film yang selanjutnya, mas Hanung berkolaborasi dengan Dedy Mizwar……… saya yakin dari pikiran kalian berdua akan tercipta KARYA YANG LUAR BIASA…

    Terima kasih

    Reply
  17. Cerita Ayat-Aya cinta memeng menyentuh hati apalagi Novelnya biarpun antara Novel dan Filmnya ada perbedaan setidaknya banyak masyarakat yang bisa mengambil hikmah dari film percintaan muslim yang menyentuh hati dan dibalik ceritanya banyak pelajaran yang bisa diambil terutama bagi para remaja,kita mendoakan semoga akan dibutya lagi film cerita yang mengandung unsur islam seperti AYAT-AYAT CINTA

    Reply
  18. Ayat Ayat Cinta, Film yang bikin rame Indonesia di Awal 2008 ini. Sejak dimulai pembuatannya yang mengalami aral dan rintangan, mundur berkali – kali dari jadwal tayang yang direncanakan , dan segambreng peristiwa serta kisah yang mewarnai pembutan plus penayangan film tersebut, kemaren akhirnya kesampean juga gw tonton tuh film. Kalo boleh sedikit berkomentar, pro kontra akan sesuatu hal itu biasa dan sangat lumrah, tapi pastinya gw adalah salah satu dari jutaan orang yang mendukung film tersebut. Kang Abik danlam novelnya pernah menulis salah satu kaidah dalam ilmu fiqh. “Kalo gak bisa dapet semua, yang lain jangan ditinggal begitu aja”. Paling kaga, menurut catatan gue, film ini berhasil memasukkan nilai2 islami di tengah2 masyarakat yang hidup modern. Emang gak bisa 100 % sesuai syariat. Tapi yang lain kaga dilepas begitu aja kok. Satu contoh Sholawat pembuka dalam film tersebut yang “di suarakan” oleh Cak Nun bener2 ngeguncang hati gw akan kerinduan bertemu Nabi Muhammad SAW. Mudah2an kita semua dapet syafaatnya di hari akhir, kelak, Amin. Mana ada sepanjang 7 tahun terakhir semenjak bangkitnya perindustrian perfilm-an yang di tandai ngebludaknya film AADC pada waktu itu hingga hari ini, ada film yang sederajat atau setingkat AAC dalam hal menampilkan nilai2 keislaman. Ini bukan soal campur aduk agama. Tapi emang faktanya film – film indonesia yang di puter di bioskop, sangat jauh dari unsur – unsur islami. Paling – paling islam cuma nongol buat ngusir setan sama pas ada sepasang kesasih yang hendak menikah di depan penghulu. Selebihnya??? coba aja itung sendiri. Tapi di film AAC, berapa banyak kosakata islam yang keluar dari para pemain nya???
    Berapa banyak lantunan ayat2 qur’an dan sholawat atas nabi terdengar?? hampir setengah waktu hingga film ini selesai, nilai – nilai islam terus berseliweran. Inilah yang butuhkan buat anak – anak muda Indonesia yang sebagian besar berjiwa hedonis. Walau mereka disebut – sebut nonton AAC agar tidak ketinggalan orang – orang dalam nonton film percintaan yang lagi booming dibioskop, setidaknya sekian % dari pemuda – pemuda tersebut akan tersentuh hatinya setelah nonton film AAC. Hidayah kan bisa dateng kapan aja dan kepada siapa aja. Walau film ini tak seindah novelnya, tapi Sukses dan salut buat tim AAC yang udah kerja keras buat ngebikin film ini. Insya Allah tidak ada yang sia – sia. Segala puji hanya Milik Allah.

    Reply
  19. Terima kasih buat Hasan Seru, Nisha, Karna, Fadli Reza, Putrasya, Anti AAC versus Pro Perubahan, Desi Otosari, Isro, dan Imponk, udah mau mampir, membaca dan berkomentar.

    Spesial buat Mas/Mbak Anti AAC ^_^ nih. Terima kasih banyak atas komentar panjang-lebarnya. Wah, pecinta film2 barat dan Hongkong ya? Aku setuju film Indonesia msh merangkak dibanding mrk (yg sdh berlari). Mas Sony Set pernah bilang ke aku, Indonesia sebenarnya sdg belajar bikin film. Ini komentar positif, bukan bertendensi melecehkan.

    Sampeyan punya bayi? Pernah merasakan anak kandung sampeyan umur 2 th blm menunjukkan tanda2 bs jalan? Kalau pernah, apa sampeyan saat itu frustasi? Berhenti berharap? Bahkan memaki2, “Bocah goblok! Umur setua ini blm bisa jln. Huh, nggak ada harapan deh!!”? Kalau jawaban sampeyan “iya”, berarti percakapan ini nggak perlu diteruskan. Karena aku udah tahu persis orang seperti apa sampeyan itu. Tp kalau jawabannya “tidak”, mungkin sampeyan jauh lbh baik dari sekedar seorang pesimis sinis yg narsis.

    Sampeyan menganggap penonton Indonesia nggak bakal berubah alim? Pemain2 film yg sekarang suka dugem dan hedonis nggak bakal jd baik? Film India selalu norak, tema naif, adegannya mengada2, alur terlalu dipaksakan? Orang2 yg mencoba mengapresiasi dan nggak mau mengkritik adalah orang2 sombong? Wow, look who’s talking! Hati2 lho, menurutku, justru manusia yang gayanya suka menghakim2i orang lain gitulah yg sombong.

    Soal kritik, mari kita bereksperimen sedikit. Sampeyan sendiri menekuni bidang apa sih? Prestasi2 masterpiece yg tlh sampeyan raih apa? Maksudku prestasi yg menasional spt karya Kang Abik dan Mas Hanung. Tdk hrs karya fiksi. Nah, setelah itu, presentasikan hasil kerja sampeyan di muka umum (secara nasional). Entah bagaimana caranya, rangsang siapapun untuk mengkritik masterpiece sampeyan. Biar banyak feedback, iming2i dg hadiah dan katakan kalau ini berlaku bagi siapapun, entah mrk kompeten di bidang sampeyan atau orang2 awam tak berilmu yg hanya gatel pingin menyalurkan hobinya mengkritik. Kalau beruntung, insya Allah sampeyan bisa mencicipi rasanya dikritik habis2an dan dikeroyok oleh orang2 yg sebagian malah nggak tahu apa2 di bidang itu. Kalau efeknya positif, alhamdulillah. Tp kan pd taraf dan dosis tertentu kritik justru melemahkan semangat orang utk berkarya.

    Mas/Mbak Anti AAC (kok nggak pakai nama asli sih, nyebutnya jd aneh nih ^_^), aku sendiri sebenarnya punya ganjalan2, baik utk novel maupun film AAC. Aku manggut2 setuju membaca keluhan2 nyaring sampeyan di atas, sebagian lg aku nggak setuju, meskipun paham. Masalahnya, aku nggak mau sok mengkritisi Mas Hanung atau Kang Abik. Buat apa?

    Ini kan art, bukan berkaitan dg hajat hidup orang banyak. Ini bukan berkaitan dg keadilan. Kalau tidak suka, nggak usah ditonton, selesai. Kalau pejabat yg korup (maling) atau tdk becus mengkhianati amanat rakyat), tentu lain lg masalahnya.

    Ah, sudahlah. Mungkin kita memang berbeda pendapat dalam menyikapi Islam di tengah modernitas, dan berlainan pandangan terhadap bagaimana masyarakat madani bisa terbentuk. Karena sementara aku berpikir proses, sampeyan berpikir hasil. Aku berpikir huruf apa setelah A, setelah B … hingga Z. Sampeyan berpikir, kenapa orang2 ini blm jg mencapai Z?

    Bagaimanapun, aku menghargai sudut pandang sampeyan. Suka atau tidak, Islam itu banyak. Yg penting, pd dasarnya kita ini saudara, bukan?

    Reply
  20. gimana kalau di buatin film tentang konflik AAC di atas. judulnya Ayat-Ayat Comflik pasti lebih booming. hehehe…. yang jadi pemainnya kalian semua di atas ini. enak khan ! mau Enggak. praktek kerja lapangan. bagaimana jadi pemain film. jadi sutradara.dan seterusnya.

    Reply
  21. mantab.. gw baru nnton Film na.. meskipun punya bajakan tapi saya puas.. ya jelas, wong saya di aceh.. mu nnton di bioskop mana? untung ada temen yg ngasih.. bagus banget cerita nya.. ya kata orang seh film dengan novel agak beda.. tapi intinya film ini bisa menyadar kan kita smua akan hamba ALLAH yang slama ini lupa kepadaNYA.. hidup Perfilman indonesia.. salut banget ma mas Hanung Bramantyo atas film nya dan kang abik atas Novelnya.. saya sebagai masyarakat aceh merasa ketinggalan banget dengan perfilman indonesia.. harus nunggu brbulan2 untuk menyaksikan film terbaru… tapi bukan berarti saya suka dengan film bajakan.. malah saya kesal dengan pembajakan.. baru kali ini saya tersentuh mennton film dalam negri.. bener, gw nnton berkali2 sampai 7 kali.. hehehe.. sampe2 air mata wa kering.. gila bener neh film.. temen saya aja yg anti film indonesia dan sinetron pas nnton film AAC langsung tersungkur dia di pojokan netesin air matanya.. waduh.. hebat hebat… yg heran nya dia jarang sholat pas usai nnton film ntu langsung wudhu dia.. wuiihhh… yang belum nnton buruan nnton dech… dijamin Te O Pe dah pilm na…

    Reply
  22. seruw dan menarik…
    kapan lagi kalau nggak sekarang?
    yaaa…walo bukan dari sisi ceritanya, saya sih emang blom puas dgn cara interpretasi hanung pada gaya ‘pakaian’ para pemainnya. kalu sudah mau otak-atik crita dari novel aselinya kenapa nggak sekalian menampilkan gaya berpakaian yg lain.
    Heran deh menampilkan gaya orang jerman bercadar dengan model gaya pakaian cadarnya Iran…ah Hanung kudu lebih kreatip lagi tuh 🙂
    tapi untuk semua semangatnya…
    Good Job!

    Reply
  23. assalamualaikum,
    ade salut ma novel n film AAC
    di banjarmasin, film AAC baru diputer tgl 27 februari kmrn,
    langsung 2 studio dipake hanya utk muterin ni film,
    tp jgn tanya dech gimana susahnya ngedapetin tiket’y,
    susah……………..banget.
    temen2 pada nawarin, mau bajakan’y gak?
    kata mereka, mending nonton bajakan daripada nonton di bioskop,
    gak perlu antri pula buat beli tiket.
    tp ade tetep cuek, ade tetep berjuang bwt ngedapetin tiket’y
    akhir’y……….alhamdulillah bgt akhir’y dapet jg tu tiket
    salut bwt mas hanung, film’y keren……..bgt, walaupun gak sekeren novel’y
    tp ade bs ngerti smua itu, dakwah Islam’y masih tersampaikan koq
    ada kepuasan batin tersendiri setelah nonton film’y
    enakan nonton di bioskop daripada bajakan
    suasana’y dukung bgt
    congratulation bwt mas hanung dan tim’y
    salam yah bwt kang abik
    ade tunggu karya2’y yg lain
    wassalam 🙂

    Reply
  24. Meskupun shotingnya di India bagi saya tidak masalah, karena keterbatasan biaya adalah hal yang wajar, yang jelas Film ini telah mampu memvisualkan dari bahasa Novel yang tentunya sangat sulit….sampai saat ini saya hanya bisa membaca novelnya saja, maklum untuk ukuran kota saya termasuk kota kecil….yang selalu tertinggal dengan info dan pemutaran film terbaru dan bagus….segala sesuatu pasti ada yang pro dan yang kontra. Patut kita hargai segala jerih upaya Hanung Bramantio yang telah membuat Film ini….semoga kedepan film indonesia semakin bermutu ( mencerdaskan bangsa )………

    Reply
  25. mencerca karya orang yang sudah digarap dan diniati dengan kesungguhan hati untuk sebuah kebaikan… kejam memang.
    mengumpat, mengatakan karya mas Hanung “tidak islami” tapi menyuruh orang nonton lewat bajakan saja(?!!!). Apa mereka tolol , gak sadar bahwa isi suruhan (menonton lewat bajakan) inilah yang sama sekali tidak islami !!

    Reply
  26. bagus bgt cerita ini…sungguh mengharukan dan menyentuh..!saya hanya menonton filmnya saja.sungguh butuh perjuangan menonton film itu karena begitu banyak yg antri!saya mengantri dari jam 10 di 21[buka 21 jam 11]!jam segitu saja sudah ramai pengunjung!Subhanallah…

    Reply
  27. aku dah 2 kali nonton lhoooo rencana mau nonton lagi, makin di tonton makin reseppp!!

    serem juga ya komentar anti AAC di atas. kayaknya itu orang frustasi deh..coba dong Mas/mbak Anti AAC lihat lebih luas lagi. prihatin ga sih dengan film-film ABG yang adegan seksualnya udah kelewat batas?! buat saya film Mas HAnung adalah reformasi dunia perfilman Indonesia saat ini. memang jujur diakui kisah novel AAC ini memang tidak terlalu realistis, la wong cerita fiksi bukan berdasarkan kisah nyata. tentunya berbeda dengan novel Laskar Pelangi yang lebih realistis karena berdasarkan kisah nyata. Tapi selama film AAC ini dapat menyentuh hati penonton, terlebih dapat tersadar untuk mengingat Allah minimal, kenapa ga di dukunggggg??? ga usah berfikir jauh-jauh apakah para pemain akan mendapat hidayah atau tidak setelah memainkan peran di film ini. itu mah urusan Allah. minimal mereka tersadar, sedikit ada tambahan ilmu mengenai ISlam. saya terus terang terharu dengan wawancara Fedi Nuril, Rianti Cartwright dll, ternyata mereka mendapat tambahan ilmu mengenai Islam, khususnya pergaulan dalam Islam.

    Reply
  28. Sebuah prestasi tapi harus tetap ada evaluasi. Bagaimana kalau AAC dibuat serialnya di Televisi agar ceritanya lebih lengkap, karena byk adegan yang dieliminasi. Libatkan Pak Dedy Mizwar tuk menggarapnya. pasti seru…”””

    Reply
  29. nanggapi tentang pro dan kontra…
    gimana kalo filmnya dipandang beda aja, yang ga ada kaitannya sama sekali ama novelnya…yang emang top bgt…
    dgn segala kekurangan yg ada, filmnya udah cukup ayik ditonton, meskipun sakit hati juga ama cara endingnya…
    cerita novelnya membekas islam yang dalem hati, apalagi detil kitab qiroah sab’ah dsb (red:aku jg dalam proses talaqqi qiro’ah sab’ah)
    tapi cerita filmnya hanya menceritakan roman cinta dgn sejumput bau islam…

    Reply
  30. patutu ditiru cara deddy mizwar menjaga master filmnya sampai2 sebelum film itu beredar, tak ada yang bocor.kalaupun ada bocoran, justrus etelah film beredar. setelah dvdnya beredar memang ada bajakannya, tapi karena dvdnya dijualmurah, ngapain beli bajakan?
    selainitu, rapatnya deddy mizwar menjaga kebocoran master film nagabonar jadi 2 pun tentunya tak lepas dari moral kru. sehingga mereka mengerti bahwa kebocoran, walau menguntungkan diri sendiri, tapi secara keseluruhan akan merugikan tim pembuat fil.

    Reply
  31. OSY_LIRBOYO -23 MARET 2008

    Tetap semangat dengan kadar ISLAM sesungghnya,…..sebab jarang sekarang sekali orang indonesia menjalankan tradisi islam yang memang menjadi Sunah di mata Alloh,.bukan dimata manusia… yang disesuaikan dengan kondisi Zamannya..salam-mualaikum. Sukses ya Mas Hanung.

    Reply
  32. alhamdulillah, saya bisa menikmati karya luar biasa ini. JUJUR SAYA , ini film 1 yang membuat hati saya ikut menangis.Terus berkarya ya mas hanung, apa pun kritikan pokoke lewat aja…masuk kuping kanan keluar kuping kiri. OK

    Reply
  33. Membuat orang lain ikut menyetujui ide kita saja, itu susah lho, apalagi mempresentasikan hasil karya kita supaya diakui orang se ruangan saja bertambah lagi susahnya. Dengan keberhasilan Mas Hanung membuat film yang ditonton dan disukai banyak orang, jauuhh … lebih susah lagi, menurutku sangat luar biasa. Orang seni itu sendir adalah bukan orang biasa, more than other. Apalagi orang seni yang sukses. Mas Hanung bahkan lebih dari itu, kehebatannya bukan hanya semata diapresiasi seninya, tapi justru keberhasilannya memadukan unsur religius yang tertanam dari kecil dan darah seninya adalah kesempurnaan. Saya menghargai orang science maupun orang seni, mereka adalah anugerah bagi bumi, dan mereka orang2 yang different. Jadi orang yang biasa2 saja tidak usah melecehkan saudaranya, jika anda mengaku islami, apakah pernah dicontohkan oleh Nabi kita perbuatan seperti itu ?.

    Reply
  34. Media verbal sama sekali beda dengan media visual. Jadi gak adil rasanya menyamakan antara film sama novelnya. Gak adil kalo ada yang nyaci kalo filmnya jelek ato apalah.. Kalo gak suka, fine… tapi jangan provoke orang buat gak suka juga…

    Buat saya kedua bentuk (film atau novel) sama-sama berhasil menyampaikan esensi cerita.. bahwa kita adalah makhluk lemah tanpa daya dan upaya kecuali atas ijin Allah SWT.

    Reply
  35. semlekom.
    maaf sblmny.
    shrusnya org2 yg anti AAC itu ngerti dan sadar susah dan krasnya perjuangan yg dilakukan sm sluruh kru dan tim AAC yg setiap saat slalu ad cobaan dan rintangan. tetapi buktinya setiap selesai film ini diputar, studio bioskop seakan banjir oleh air mata pr penonton. (jah, bhasa gw!) meskipun knyataannya novel dan filmnya berbeda, ttpi penonton masih dpt tersihir oleh alur yg diciptakan mas hanung.

    gini aja deh, elo elo yg blang film beginian ga mutu, ga guna, ato apalah,
    skrng lw ke kamar mandi, cari kaca yg gede, klo ga ada ke bak yg uda diisi air penuh, tp baknya lo kuras dulu, biar keliatan tuh tampang lo. nah abis itu lo ngaca deh, bisa kagak org kayak elo-elo tuh bikin pelem yg sedahsyat ntu. nah kalo bisa, cari PEHA nyang mau nerima pelem lo, kalo oke,
    gw tunggu posternya naek di bioskop. gimaneeh??

    Reply
  36. Sebelum nikah? Menurutku enggak. Dia cuma simpati. Sebagaimana di novelnya. Trus knp? (Aku kenal kamu, Mrs. Debater, nggak mungkin pertanyaanmu berhenti di situ kan? ^_^)

    Reply
  37. Slow Down Buddies
    Film Ayat – Ayat Cinta memang bagus, enak ditonton dan membawa pesan – pesan yang bagus, kita tidak usah memikirkan siapa pemainnya, hedonis? suka dugem dugeman? itu kan mereka di luar cerita film ini, Ingat! mereka hanya memainkan, atau membantu sang pencipta film untuk menuangkan segala Idenya dalam film itu, jadi gak ada hubungannya. I just say it is greith brother, keep move on……

    Mungkin antiAAC mempunyai maksud bukan mengolok – ngolok tetapi mengingatkan para insan perfilman kususnya para pembuat film ( entah apa itu sebutannya karena saya orang katrok ) untuk membuat film dengan suasana yang baru.

    Kita tahu sendiri kan, dari mulai film Indonesia berkibar lagi di abad 2000an ini yang sebelumnya surut…., mulai dari AADC. dan yang akhir – akhir ini menghebohkan adalah Ayat Ayat Cinta itu sendiri, kalau kita melihat hanya ada CINTA, Kemewahan, dan Kesedian, di film ini memang tidak hanya cinta yang di sampaikan, seperti poligami dan pesan lainnya. Bahkan ketiga hal yang saya utarakan tersebut tidak jauh berbeda dengan cerita cerita sebelumnya.

    Kita tidak boleh merasa Film kita hebat sendiri, memang proses pembuatan film memakan otak, waktu dan pikiran serta materi yang banyak, kita tahu itu dan menghargainya tapi kita tidak boleh sombong. Kalau kita bandingkan produk kita dengan produk Film luar, terus terang kita harus mengakui kita masih kalah. Bukan berarti saya meremehkan perfilman Indonesia, tapi mari kita belajar bagaimana kita bangga dengan apa yang sudah kita buat, penikmat film senang baik Indonesia sendiri ataupun luar Indonesia yang melihat,.serta minim dari kritik – kritik. Itulah yang disebut perfect. Kita tahu tak ada yang perfect di dunia ini tapi apa salahnya kita berusaha mencapai perfect itu.

    Contoh Film JOMBLO memberi suasana baru tidak hanya cinta, tetapi persahabatan, pendidikan mengenai pacaran dan filmnya disesuaikan dengan keadaan Indonesia, tidak terlalu mewah dan tidak terlalu ngenes,, sampai sekarang film ini mengesankan, itu adalah salah satunya masih banyak contoh lain film di Indonesia.

    Hidup Film Indonesia

    Reply
  38. saya sangat bertrama kasih pada mas hanung krna bisa menciptakan film AAC,Walaupun berbeda dngan novelnya,namun ada yang harus dicermati sama mas hanung tentang memilih ph ,saya mengusulkan pada maas hanung supaya memilih ph yang islami ,seperti punya dedi mizwar gitu ,soalnya yang menikmati kesusesan film AAC adalah orang_orang kafir .supaya bisa mengangkayt dunia perfileman oran islam, alangkah bagusnya jikalao mas hanung bergabung dengan peroduser punya orang_orang islam .

    dan saya sanagat menyayangkan oranag-orang yang menghujat AAC ,bahkan saya bertrmakasih pada tim AAC karna bisa mengubah film indosia dngan filmm2x bernuanasa religi.

    hidup islam anad indonesia

    Reply
  39. buat 46.acip jangan suka menganggap anda benar sendiri, anda tidak jauh beda dari film yang di buat mas hanung pada awal cerita film ini, menganggap orang lain kafir dan menganggap anda sendiri muslim sejati, apakah anda sudah melakukan kewajiban anda sebagai muslim sejati!!! sholat saja tidak cukup mas…. Allah dan wahyunya alquran tidak pernah mengajarkan untuk mencela.

    Hati hati bicara anda, ini forum publik….

    Reply
  40. syukurlah ada yang bilang AAC itu bagus dan ada yang bilang itu Buruk atau bermasalah……kedua hal itu membuktikan bahwa ada apresiator novel dan film di negeri ini.
    akan tetapi, lebih bijaksanya jika kritik itu dipandang sebagai sesuatu yang positif dan dapat menjadi pondasi bagi penulis lain dengan tema lain yang mudah-mudahan lebih baik.

    satu hal yang perlu dicatat oleh para apresiator novel AAC, sekiranya juga dapat lebih bijak jikasanya ada apresiator yang melakukan kritik akademik/prinsip akademik untuk menimbang/meninjau karya tersebut dengan sekumpulan teori sebagai pisau bedah untuk melihat karya itu.

    cara membaca antara kritikus dengan orang awam memang beda. dan seorang kritikus belum tentu dapat menulis karya sastra. itu wajar saja karena kritikus sastra dan penulis sastra memang beda. keduanya berjalan di rel yang berbeda. jadi, jika ada yang mengkritik dan belum tentu bisa berbuat, itu sah-sah saja dalam gejolak intelektualitas. nich problema!

    AAC sepenuhnya bukan ide baru!!
    beberapa tahun yang lalu saya sudah pernah membaca Ayat-Ayat Api juga, kalau tidak salah ada buku Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdie…mudah-mudahan saya tidak salah jika mengira bahwa ide Bang Abi lahir dari sana. dalam kata Ayat-Ayat

    karya sastra adalah Fiktif. jika ditelisik dan diperdebatkan lebih jauh, sastra punya kandungan metafora dan semiotika. metafora dan semiotika adalah kebohongan. dan seorang penulis adalah pembohong yang kreatif.
    sambil bercanda” saya mau bilang…bang abi berdakwah dengan media kebohongan
    Sepakat?

    sesuatu yang instant booming biasanya berumur pendek!

    Reply
  41. aq salut banget ma filmnya,jarang bgt da film yang bisa bwt orng seakan ikt andil didalamnya.selamat bwt sutradara yang dah berhasil bwt sma org terkesima,
    aq jd pgn ngikutin jejak mas hanung,kapan ya aq bs jadi sutradara terkenal kyak mas????????????/

    Reply
  42. Asskum. SaLuT bwaT mz. Hanun9 n kru nya. sTeLah aq nonTon fiLmna aq bru Taw Lo pesan2 iank dsampain LwaT nTu fiLm suan9aT…DaLem ban9ed. pTama cih aq 9 TLaLu pduLi d9n fiLm AAC. Tpi sTeLah aq bca noveLnya aq Jd pnasaran waT LeaT fiLmna. TnyaTa bnar ap kTa Tmen2. CriTana mnyenTuh haTi b9ed. Lo difiLmna aq Lbh ska am peranna aishah. Dy reLa mLakukan ap az waT suaminya a9ar iz kLuar dr pnJara dan dy J9 reLa mnyuruh suaminy poLi9ami d9n TJuan menyadarkan maria dri pnyakiT kriTisnya. Wah pokokny TOP BGT dwech!!! BwaT iank 9 ska am fiLmna mendin9an diem az dwech 9 usah men9kriTis ampe kyak 9T. Har9ai donk usaha mz Hanun9 n The 9ank iank susah payah 9mn crna membuaT fiLm shebaT AAC. Bru X ini aq sn9aT ban99a Thadap pfiLman Indonesia d9 men9an9kaT Tema iank reLi9i. TerusLah berkarya mz Hanun9 Tercaiank,J9n puTus asa krna kriTikan2 iank pedas. Krn d9n kriTikan n saran QT akn Taw dmn kLemahan QT. Be The BesT n don’T 9ive up.

    Reply
  43. Film AAC, bagaimanapun tetaplah film. Dan kritikan yang diberikan seharusnya adalah dari kacamata film. Soal nuansa yang diusung islami atau tidak, itu terserah yang menonton. Kalo menurut aku, hanung sebagai sutradara memiliki feeling yang tajam soal selera masy. Indonesia dalam hal tontonan.. Orang2 Indonesia paling gampang tersentuh film percintaan apalagi kalau si tokoh utama harus melalui perjuangan yang berat untuk mendapatkan itu. Kalo aku boleh usul, untuk para sutradara, coba bikin kisah tentang kehidupan para teroris, seperti imam samudra dsb. Kisah keluarga dan tentang cintanya mereka kepada Islam.. dijamin, pasti laku keras..

    Reply

Leave a Reply to ANTI AAC versus PRO PERUBAHAN Cancel reply

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!