Biar kami tebak. Membaca literatur-literatur berbahasa Sunda (atau apapun bahasa daerahmu) pasti tidak masuk daftar hobimu kan? Ya, ya, ya, sebagian besar anak muda memang begitu. Itu wajar kok.
Tapi! Kalau sampai kamu sama sekali tidak paham dan masa bodoh dengan bahasa daerahmu, kata Bang Haji Rhoma, itu ... ter-la-lu!
Kita ini kan hidup di Indonesia, negara yang kaya raya. Memiliki sekitar 17.500 pulau yang dihuni oleh lebih dari 300 suku yang berbicara 750-an bahasa lokal. Coba cek Buku Pintar, The World Fact Book, Wikipedia, atau apa kek. Di planet ini hanya segelintir negara yang mampu menandingi kekayaan tersebut.
Bagaimanapun, semua itu bakal sia-sia bila satu per satu generasi mudanya cuek. Karena dengan begitu, lama-lama budaya kita akan menyempit, mengerdil. Keanekaragaman akan menjadi keseragaman. Seribu budaya menjadi satu budaya. Dari kaya menjadi miskin.
Para futuris bilang, jika ingin tahu apa yang terjadi di masa depan, lihatlah apa yang dilakukan anak mudanya sekarang. Bila anak muda di suatu daerah saat ini lebih sering buka Facebook ketimbang email, berarti bisa diprediksi bagaimana masa depan email di daerah itu (dan cerahnya masa depan Facebook di sana).
Jika saat ini anak muda Bandung tidak bicara Sunda, dan lebih sering bicara bahasa Indonesia, maka bisa diprediksi apa yang terjadi pada bahasa Sunda kelak. Saat itu, variasi bahasa kita akan menjadi satu: bahasa Indonesia yang umum. Atau mungkin juga bahasa Indonesia yang gaul, yang funky, yang doyan ngucapin ... ember!
Seribu budaya menjadi satu budaya.
Dari kaya menjadi miskin.
Itulah gambaran masa depan kita.
Apakah itu artinya tidak baik untuk konsisten menggunakan bahasa Indonesia? Apakah mencoba melancarkan bahasa Inggris dengan terus ber-speaking English itu salah? Sama sekali tidak. Tapi setidaknya, jangan pernah lupakan bahasa daerahmu, oke? Simpel saja, misalnya:
Cobalah. Tantang otak cerdasmu! Hasil penelitian menyebutkan, otak yang setiap saat diajak memikirkan atau mempelajari sesuatu yang baru akan terhindar dari penyakit pikun sebanyak 18 persen di masa tuanya. Bagi sebagian besar dari kita, mempelajari ulang dan mempraktikkan bahasa daerah tergolong sesuatu yang baru di otak.
Sudah begitu, dapat bonus pula: bahasa daerahmu akan jauh dari kepunahan. Bahasa daerahmu takkan redup. Seribu obornya akan tetap jadi seribu obor. Karena generasi muda sepertimu terus menjaga nyalanya.