PEHASOMI! And Your Travel Article Becomes A Novel

It's not travel writing, it's just writing while traveling
It’s not travel writing, it’s just writing while traveling. Photo by Ineke Trimulyani

How to turn a trip into a novel? The answer is, through PEHASOMI spell! What the hell is that? Just as simple as this:

  • (P) Preview. Don’t come to a place without any plan. Browse everything first.
  • (E) Evoke. Remember what you see, hear, smell and feel to enhance the descriptions inside your story.
  • (H) Hang out. Go interact with the locals to observe how they talk, have fun, solve the problems, angry, etc. This is important to write the dialogues and characters.
  • (A) Archive. Don’t throw away things you’ve got there, for they might help you to recall some places, experience, or someone.
  • (S) Soon. Write immediately. A postponement does only make you lose the detail, little by little.
  • (O) Online Research. Don’t bother to find out something you can easily grab on Internet.
  • (M) Maximize-minimize. Maximize what you think interesting, and minimize (or just delete) what you think banal.
  • (I) Imagination. Mix your fantasy and facts you’ve just found, so your story looks concrete, but still entertaining.

* * *

Anda pecinta traveling? Hobi menulis fiksi? Punya stamina untuk menulis setidaknya 75 halaman? Jika ketiganya Anda jawab dengan “ya”, berarti Anda punya segalanya untuk menulis novel. Apapun genre-nya!

Banyak orang menulis perjalanannya dengan hasil akhir berupa artikel wisata yang kemudian dikirim ke media atau di-post di blog. Tidak ada yang salah dengan itu. Tapi, saya ingatkan, selalu ada alternatif pengembangan lain untuk memaksimalkan pendapatan Anda sebagai penulis. Anda bisa mengolah catatan perjalanan itu menjadi memoar (kalau memang memenuhi syarat) atau novel.

Saya tidak bercanda. Inilah yang saya lakukan sewaktu mengarang Rahasia Sunyi. Sekadar informasi, novel ini berlatar belakang Kerinci, Provinsi Jambi. Saya sendiri orang Surabaya yang kebetulan sempat berlibur ke tempat yang indah itu. Tapi, beberapa pembaca saya mereview kurang-lebih demikian, “Atmosfer Kerinci di Rahasia Sunyi dapet banget! Pasti lama nih risetnya.”

Hehehe. Berapa lama menurut Anda riset lapangan cerita novel ini? Sebulan? Dua bulan? Enam bulan?”

Tiga hari, Kawan 🙂

Ya, saya riset lapangan Rahasia Sunyi hanya selama tiga hari, sebelum ia jadi novel setebal 362 halaman dan diterbitkan GagasMedia. Kok bisa? Ini karena saya saya punya mantra sakti: PEHASOMI.

Dengan mantra ini, saya bisa mengubah perjalanan wisata biasa menjadi sebuah novel. Mari kita tengok filosofi di balik mantra ini…

(P) Preview

Jangan pernah datang ke lokasi tanpa rencana. Cari tahu dulu sedetail mungkin tentang tempat yang digadang-gadang sebagai setting novel Anda. Berangkatlah hanya setelah alur dan kerangka rampung. Jadi, Anda datang dalam misi pembuktian dan pengembangan cerita, bukan lagi misi pencarian ide atau eksplorasi. Dengan begitu, tidak hanya waktu yang Anda hemat, melainkan juga uang. Lantaran lebih terfokus, misi pembuktian biasanya lebih murah dan cepat dari misi eksplorasi.

(E) Evoke

Sesampainya di lokasi, perhatikan suasana sekitar dengan pancaindera. Ingatlah hal-hal yang unik. Kalau mau lebih terdokumentasi, catat atau rekam saja. Apa saja yang perlu diingat atau direkam? Tentu saja yang berhubungan dengan alur dan deskripsi suasana di dalam cerita Anda. Itulah pentingnya menyelesaikan dulu kerangka novel sebelum berangkat ke medan riset.

(H) Hang out

Di sana, jangan hanya asyik dengan laptop, potret-potret, atau utak-atik gadget. Berinteraksilah dengan penduduk setempat untuk menyerap bagaimana mereka berdialog, bercanda, memecahkan persoalan, marah, bersedih, dan sebagainya. Ini akan berguna untuk mengarang dialog, membangun konflik serta karakterisasi tokoh-tokoh Anda.

(A) Archive

Arsipkan benda-benda yang ada hubungannya dengan perjalanan. Misalnya tiket pesawat, karcis bus, koran lokal, sandal pemberian penduduk, dan sebagainya. Saya sudah berkali-kali membuktikan, sebuah benda remeh pun dapat memantik kenangan kuat terhadap sebuah tempat. Oh, ada yang lebih kuat sebenarnya, yaitu bau. Tapi agak psiko kan kalau Anda suka dengan aroma seseorang, kemudian minta parfumnya dibawa pulang buat kenang-kenangan?

(S) Soon

Tulislah sesegera mungkin sepulang dari perjalanan Anda, atau bahkan ketika Anda masih sedang berwisata. Makin lama Anda menunda, makin banyak Anda kehilangan detail, terutama kesan terhadap tempat itu dan warganya. Padahal, kesan itulah bahan bakar yang berkualitas untuk menyalakan cerita novel Anda. Sayang sekali kalau dibiarkan menguap seiring berjalannya waktu, bukan?

(O) Online Research

Jika sewaktu-waktu Anda memerlukan data atau statistik untuk menyempurnakan cerita, Anda selalu bisa browsing lagi. Jangan menginvestigasi sesuatu yang “tidak perlu” di lapangan. Misalnya tentang jumlah penduduk Sungaipenuh, luas Danau Kembar, sejarah pemberian nama Kerinci, luas hutannya, dan sebagainya. Jika Anda jauh-jauh terbang hanya untuk mencari tahu hal-hal semacam itu, rasanya Anda perlu saya kenalkan dengan Mas Bro Wikipedia.

(M) Maximize-minimize

Apa yang menurut Anda menarik, perbesarlah. Dan apa yang tidak berguna bagi pengembangan alur, meski unik, hapus saja, atau tulislah sedikit saja. Misalnya, di Padang saya mengobrol dengan seseorang yang bersikeras kepemimpinan nasional orang Minang pasti lebih baik dari orang Jawa. Orang fanatik seperti ini dimana-mana ada, bahkan di negara maju. Meski saya yakin segelintir saja. Tapi, menurut saya menarik, jadi saya besar-besarkan keunikan itu dalam karakter tokoh Zainal Fahraja (Om Inal).

(I) Imagination

Gunakan imajinasi untuk merajut cerita novel. Padukan fantasi dengan fakta dan data yang barusan Anda peroleh. Ini agar cerita terlihat riil dan kongkrit di alam pikiran pembaca. Tapi tetap menghibur dan tidak kaku. Perjumpaan tokoh Lautan Angkasawan dengan uhang pandak (kera penghuni hutan Kerinci yang ditengarai lebih cerdas dari orangutan atau simpanse) dalam Rahasia Sunyi adalah contoh dari peleburan fakta dan imajinasi itu.

Begitulah mantra PEHASOMI bekerja. Mantra ini begitu mujarab untuk saya dalam kaitannya dengan proses kreatif. Anda bisa mencobanya. Kalau berhasil juga buat Anda, pasti menyenangkan memperbanyak rekreasi sambil tetap produktif menghasilkan novel, bukan? 🙂 [photo from open-rescue.net]

BAGIKAN HALAMAN INI DI

8 thoughts on “PEHASOMI! And Your Travel Article Becomes A Novel”

  1. ” Pasti menyenangkan memperbanyak rekreasi sambil tetap produktif menghasilkan novel….”

    emang, sich. Tapi kalo sering rekreasi itu duitnya itu lo darimana… :))))

    Reply
  2. @Achat: ya ga perlu sering – sering rekreasi juga kalo ga punya duit. Tapi…. begitu ada kesempatan berekreasi, terutama yang tempatnya beda, yang unik, kamu bisa manfaatin buat jadi novel. Begitu, kan, Bram maksudnya?

    @Bram: kok pake “kapan-kapan”?? Ga seru ah! 😀

    Reply

Leave a Reply to Brahmanto Anindito Cancel reply

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!