Mari Bicara tentang Intelijen

Intelligence

When you write a thriller, creating an intelligence-typical person is quiet unavoidable. The thriller protagonist is able to predict potential felony. So is the intelligence in real world. Intelligence is the product of evaluated information, valued for its currency and relevance, rather than its detail or accuracy. The term “intelligence” refers also to information gatherer, whether is human (agent) or organization (CIA, FSB, M16, Mossad, BIN, AIO, or private intel organization as well). Nowadays, intelligence activities are not merely for war interest or killing someone subversive. For instance, there are business intelligence, relationship intelligence, heritage intelligence (even no rivalry here), etc. Brief, motivation behind every intelligence actions is to prevent the bad or ensure the good happens.

* * *

Jika Anda menulis thriller, menciptakan tokoh yang bertipikal intelijen kadang tak terelakkan. Tokoh semacam ini dapat (atau terpaksa dapat) memprediksi keburukan di masa depan. Karena memang protagonis dalam thriller selalu berusaha mencegah kejahatan besar terjadi.

Begitu pula intelijen. Latar belakang setiap gerakan intelijen ialah mencegah sesuatu yang buruk terjadi, atau, memastikan sesuatu yang baik terjadi. Tapi ngomong-ngomong, apa sih intelijen itu?

Istilah “intelijen” merujuk pada informasi mengenai rencana, keputusan atau kegiatan suatu pihak, yang dianggap berharga dari sudut pandang pengumpul intelijen. Intelijen bisa jadi sulit diperoleh, bersifat rahasia, sehingga perlu kegiatan memata-matai. Ini disebut “sumber tertutup”. Namun intelijen dapat juga berupa informasi yang tersedia bebas di media (dinamakan “sumber terbuka”).

Yang dimaksud dengan media ya seperti koran, majalah, buku, radio, televisi, The World Fact Book-nya CIA, ISRIA Open Source Center, blog ini (tentu saja), dan sumber-sumber lain.

Kata “intelijen” (ringkasnya kita sebut intel saja) juga sering digunakan untuk menyebut pelaku pengumpul informasi ini, baik orangnya maupun lembaganya. Aktivitas intelijen yang berkaitan dengan kepentingan pemerintah biasanya memang diserahkan pada dinas intelijen.

Indonesia punya BIN. Badan Intelijen Negara ini merupakan lembaga pemerintah non departemen. Kepala BIN terakhir (periode 2004-2009) adalah Mayjen (Purn.) Syamsir Siregar, menggantikan AM Hendropriyono (2001-2004).

Beberapa lembaga intelijen lainnya barangkali Anda sudah tahu: CIA (Amerika Serikat), FSB (Rusia), MI6 (Britania Raya), Mossad (Israel), ASIO (Australia), DIE (Rumania), dll.

Masing-masing disegani lantaran kelebihan tertentunya. Kalau CIA mengandalkan teknologi canggih (penyadap, kamera pengintai, satelit), M16 dan Mossad terkenal dengan pendekatan manusia, sehingga mereka bisa membaur dimana-mana, termasuk di gua bersama para gerilyawan musuh.

Persis di film-novel-komik bertemakan spionase. Pertanyaan yang lalu muncul barangkali, riilkah penggambaran sosok intelijen dalam novel-novel itu? Apakah memang seorang intel punya ijin membunuh seperti dalam film?

Seorang kawan dari Angkatan Laut, yang pada 2006 pangkatnya kapten, berkisah tentang masa lalunya. Di jaman Aceh masih ada DOM (Daerah Operasi Militer), dia diperintah membantai seisi rumah. Padahal di sana hanya terlihat orang-orang yang bersenda gurau, sebagian sedang makan, sebagian tiduran. Yah, seperti keluarga lah. Seperti suasana di rumah saya, rumah Anda.

Teman saya itu tidak tega juga. Tapi, “Gue dapet info dari intel kalau mereka separatis GAM. Mau gimana lagi. Membelot perintah? Nggak mungkin, Brahm. Kami tentara. Disuruh A, kerjain A. Disuruh eliminasi, kami eliminasi.”

Hiii ….

Lantas saya berpikir lugu, mengapa bukan si intel itu saja yang mengeliminasi? Mengapa harus menggunakan tangan orang lain yang belum tentu yakin akan akurasi intelijen tersebut?

Tampaknya intel di Indonesia tidak mengantongi license to kill atau sekadar hak untuk menindaklanjuti hasil olahannya sendiri. Tugas mereka mengumpulkan dan mengolah informasi belaka. Normalnya seperti itu, memang. Tapi ada beberapa pengecualian.

“Ya, kami mengantongi ijin membunuh dan daftar target. Kami hanya tidak boleh menambah nama dalam daftar itu,” terang Juval Aviv, mantan Agen Mossad. “Saya sering tertawa kalau orang bertanya apakah film James Bond itu sesuai kenyataan. Yah, adegan-adegan ledakan dan kejar-kejaran itu memang dilebih-lebihkan, tapi pelatihan-pelatihan dan misi-misi yang dipertontonkan itu sungguhan. Bahkan sebagian peralatan canggih di film tersebut benar-benar ada!”

Yang tidak riil adalah bumbu tentang agen rahasia yang dikerubuti wanita-wanita. Para agen rahasia bertindak invisible. “Meski sudah bekerja selama 40 tahun, bisa saja Anda tidak kenal sebagian besar kolega. Anda tidak eksis. Dan ketika bertugas di lapangan, Anda lebih tidak eksis lagi. Bila Anda tertangkap, siapapun akan menyangkal mengenal Anda.”

Karena itu, tidak ada wanita! “Kami harus sangat berhati-hati karena banyak sekali agen dunia yang tewas dibunuh perempuan atau tewas karena perempuan,” tegas pria yang sekarang memimpin perusahaan investigasi di New York ini.

Sepertinya slogan “membunuh atau dibunuh” tidaklah berlebihan. Namun, sebelum Anda menganggap intelijen adalah kegiatan yang ujung-ujungnya melulu penghilangan nyawa orang, saya ingin menyampaikan bahwa ada juga intelijen-intelijen jenis lain.

Intelijen bisnis, misalnya, fungsinya cuma untuk memata-matai perusahaan pesaing atau menjajaki potensi bisnis daerah tertentu. Intelijen partai, untuk merancang kejatuhan caleg lain, umpamanya.

Juga ada heritage intelligence (intelijen cagar budaya). Heritage intelligence melakukan penelitian dan pendokumentasian, serta audit benda-benda cagar budaya. Melalui intelijen cagar budaya, serpihan sejarah yang tercecer dan hilang dapat terkumpul kembali.

Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari Indonesia salah satunya karena lemahnya (atau bahkan tidak adanya) heritage intelligence yang memperingatkan masalah itu sejak awal. Bangunan-bangunan yang terdapat di kedua pulau tersebut adalah milik Malaysia. Sehingga Mahkamah Internasional pun memutuskan secara de jure maupun de facto bahwa Sipadan dan Ligitan kepunyaan Malaysia.

Ingat, intelijen dihargai atas kecepatan dan relevansinya, bukan detail atau akurasinya. Jadi berbeda dengan data (informasi yang akurat), atau fakta (informasi yang telah diverifikasi). Intelijen adalah seni weruh sadurunge winarah. Tahu sebelum terjadi. Saya rasa karakter begini thriller banget.

BAGIKAN HALAMAN INI DI

19 thoughts on “Mari Bicara tentang Intelijen”

  1. Wah, thanks buat info-nya, mas Brahmanto. Waktu itu saya dan teman2 saya mencoba membuat cerita thriller. Tapi semuanya seragam: membuat tokoh antagonis – jadi terlupa dengan tokoh protagonis.

    Reply
  2. @Brahm: justru ninja sebisa mungkin menghindari konflik dan eksekusi…bahkan mereka sering melepaskan ninja lain daripada harus bertempur face to face.

    Tugas utama mereka adalah informasi dan tugas lainnya : menebar benih kekacauan. Biar yg bunuh2an,tugasnya samurai.

    Reply
  3. Selama ini aku berpikir kalau intel adalah orang yg memata-matai setiap kasus kejahatan. Ternyata nggak, ya. Intel ternyata bisa buat mengintai masalah kebudayaan dll. Kalo gitu, aku termasuk intel, nggak, ya? Kan aku suka memata-matai tingkah laku orang/ benda2 hehehe.

    Reply
  4. Trims Nia, Pradna (again), Rie. Wuah, kalau semuanya antagonis, dijamin kacau tuh cerita. 🙂

    *Mendengarkan Pradna sambil manggut2*. Kalau gitu, ninja itu termasuk intel ya. Aku jd pengin baca tuh komik deh, Prad.

    Yo’i, Rie. Tp sama kyk profesi2 lain, intel jg ada yg membela kebenaran, ada yg mendukung kejahatan (duh, bahasanya!). Nggak hrs ada kompetitor/rival/musuh riil yg face to face. Heritage intelligence, contohnya. Kamu sering memata2i pacarmu? Nah, itu jg intel.

    Prediksi yg diambil dari intel apakah akurat atau tdk, nggak ada urusan. Yg penting tujuannya mengantisipasi sesuatu yg buruk (agar tdk) terjadi. Ingat, Amerika yg menggempur Irak krn intelnya menduga ada nuklir di negeri 1001 malam itu. Tp apa? Terbukti keliru. Nggak ada apa2 di sana. Irak (sebuah negeri yg berdaulat) dihancurkan gara2 intelijen Amerika yg nggak akurat. Eh, atau itu sejak awal emang alasan aja buat nyerbu dan melengserkan Saddam?

    Reply
  5. kalo perekrutan intel sendiri itu apakah dari militer terlatih, ato bisa juga dari sipil?

    klo soal irak itu politis sekali, ada yang bilang itu semua masalah minyak. *sok tau*

    Reply
  6. Trims, Tan. Setahuku sih militer maupun sipil, asal kompeten, bisa jd intelijen. Hahaha, iya, Irak tuh masalah minyak, jg masalah “ingin mengenyahkan negara dan kepala negara yg membangkang Amerika”.

    Reply
  7. Waduh! Jadi ngomongin soal politik, ya. Nggak ikutan, ah. Tapi selama ini, intel memang identik dgn militer, politik, kriminal.

    Aku memata-matai pacarku? Bener banget! Tiap hari, malah. Abis, seneng, sih, hehehe. BTW, dr mana kamu tau kalo aku suka mengintai pacarku, Brahm? Jangan2 kamu memata-matai aku juga…

    Reply
  8. Kapan aku ngilang tanpa kontak? Ha? Nyewa Tim Termehek2 Trans TV? Mau, dong, masuk TV. Ngilang lagi, ah, hehehe. Tapi aku jadi kepikiran gini. Sebenernya semua orang saling memata-matai. Aku perhatiin, si A ngamatin si B, si Y ngamatin si Z. Terus, hasil pengamatannya diobrolin sama orang lain. Kayaknya kegiatan mengintel itu termasuk kebudayaan, deh. Cuma kita nggak pernah sadar.

    Reply
  9. Ya, ya, betul, Rie. Tp intel yg kumaksud (yg keren utk dimasukkan dlm karya thriller) tuh aktivitas intel yg benar2 signifikan (misal berkaitan dg kepentingan nasional atau hajat hidup orang banyak), dpt infonya sulit amit2 (shg perlu perang taktik-strategi), risikonya jg tinggi (shg bikin tegang).

    Reply
  10. wah seru nih!!
    ikut nimbrung ah!!

    kalau bikin tokoh yang pnter, gmn caranya??
    kan saya bukan termasuk orang yang berinteligen tinggi..

    tapi saya sering kagum sama tokoh2 yang sering nongol di fiksi2
    atau peristiwa yang menggunakan inteligen tinggi!!

    Reply
  11. Trims, Riez. Intelijen memang bermakna dua: yg berkaitan dg kecerdasan, dan yg berkaitan dg agen rahasia. Nah, yg kutulis ini yg kedua. Aku sendiri nggak ngerti knp namanya jg intelijen.

    Tp yg jls, seorang intel memang hrs punya intelijensi tinggi. Bagaimana membikin tokoh seperti ini sementara yg ngarang sj berintelijensi pas2an (hahaha, nyindir diri sendiri nih)? Ya banyak2 riset aja. Supaya dialog dan tindakan tokoh ini terkesan dalam, jenius, berwawasan luas, sigap penuh antisipasi. Tanpa riset, kita hanya mampu menciptakan tokoh yg paling pol setara kepintarannya dg kita.

    Reply
  12. Hai, Renz. Terus terang sampai sekarang aku nggak ngerti prosedur rekrutmen intelijen (terutama kalau maksudmu BIN). Pdhl kalau buka lowongan di media2 kan banyak banget sarjana2 (sipil) potensial yg bakal melamar dan siap menyuport institusi ini. Kebutuhan dunia spionase kan sama dg kebutuhan perusahaan2 biasa: ada ahli sosial, hukum, budaya, IT, dsb.

    Tp mungkin mereka terlanjur mengartikan dunianya sebagai rahasia, maka rekrutmennya pun harus rahasia. Bukan kamu yg cari mrk, merekalah yg cari kamu. Mk beruntunglah kalau kamu punya channel ke orang2 BIN.

    Reply
  13. dahsyat! kayak 007
    tapi 007 cuma khayalan semata, padahal aslinya mereka berdarah dingin, pandai bohong sampe2 bisa ngelabui alat pengecek/pendeteksi kebohongan.
    dan tidak segan2 membunuh.

    Reply

Leave a Reply to Pradna Cancel reply

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!