4 Main Reasons Why You Get Refusal Letter

Strongest-Reason-of-WritingRejection is always painful. Obviously for the writers also. It would be more painful, if the writers do not know why they have been rejected. So they asked, “Why are editors rejecting my work when my family and friends love it so much?” I have four reasons for answering this question:

  1. Your work contains hatred.
  2. Something similar was published recently. Or, it has been already over published.
  3. The timing is not right. Editors and their policy change. Publishers cut back their lists.
  4. Technical reason. It usually reflects a weak story, uninspired protagonist, no compelling conflict, cliché plot line, too common characters, etc.

Often, a refusal letter will make your work better. Scan your work. And if you have one of those four, go fix it. Except number 3, you can always find a way to fix it.

* * *

Penolakan selalu menyakitkan. Termasuk bagi penulis. Yang lebih menyakitkan, beberapa penulis ternyata tidak tahu-menahu kenapa karya mereka ditolak. Muncullah pertanyaan semisal, “Kok bisa-bisanya karyaku ditolak, padahal teman-teman dan keluargaku memuji-muji karya ini!”

Kalau itu yang Anda permasalahkan, jawabannya mudah saja. Keluarga dan teman Anda melihat Anda dalam karya itu. Mereka tentu tidak ingin hati Anda hancur. Di sisi lain, seorang editor tidak mengenal Anda, sehingga seringnya lebih obyektif.

Memang, alasan penolakan bisa sangat subyektif: cuma masalah selera. Saya pernah menerima naskah novel saya plus surat penolakan hanya satu minggu setelah saya pergi ke kantor pos untuk mengirimkannya. Penolakan cepat semacam ini bisa jadi karena masalah tadi: editor tidak suka selera Anda.

Anda tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali kalau Anda memang mau menyesuaikan tema atau gaya penulisan dengan selera editor. Bagaimanapun, ada juga alasan penolakan yang obyektif. Saya menemukannya empat:

  1. Cerita Anda mengandung unsur kebencian.
  2. Sesuatu yang mirip baru saja diterbitkan. Atau, pasar ditengarai sudah jenuh dengan cerita yang Anda usung.
  3. Waktunya salah. Misalnya, Anda mengirim ke penerbit, eh, ternyata editornya ganti. Kebijakannya ganti. Bisa juga penerbit sedang mengurangi daftar buku yang mereka terbitkan (saya pernah jadi korban kasus semacam ini).
  4. Alasan teknis. Misalnya cerita lemah, protagonis tak cukup menonjol, konflik tidak menarik, alur cerita klise, karakter terlalu umum, dan lain-lain.

Apakah karya Anda terbentur salah satu dari empat masalah di atas? Perbaikilah! Kecuali poin nomor tiga, Anda senantiasa bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, kalau mau. Surat penolakan yang baik selalu dapat memberi kita pelajaran untuk menjadi penulis yang lebih baik.

Bahkan penulis sekelas Stephen King sampai memalu paku di dinding dan menusukkan setiap slip penolakan ke paku itu. Paku di dinding itu sampai tak muat lagi dengan slip-slip penolakan karyanya, sebelum cerpen pertamanya dimuat di Starting Mystery Stories.

Ingat juga, A Time to Kill karya John Grisham sempat ditolak 25 kali oleh penerbit. Nasib serupa dialami J.K. Rowling, Dan Brown, Sidney Sheldon, serta hampir semua penulis besar lainnya.

Dan jangan pernah mengira penulis-penulis yang sudah punya nama itu tidak lagi mengalami penolakan 🙂

BAGIKAN HALAMAN INI DI

9 thoughts on “4 Main Reasons Why You Get Refusal Letter”

  1. Aku mengalami tiga kali penolakan. Jawabannya sama: tidak sesuai minat. Salahku sih, nggak membaca karakter penerbitnya dulu. Katanya kalo mau tau selera penerbit, cari tahu aja buku terbitannya yg best seller.

    Reply
  2. Kalau novel2ku sudah ditolak empat penerbit. Kalah lomba sekali. Diterima dua kali (maksudnya dua penerbit). Hm, nggak seru ya. Kalau dipikir2, “penderitaan” ini terasa enteng dibandingkan perjuangan penulis2 di atas yg kutulis. Aih, kadang2 kita memang kurang bersyukur.

    Reply
  3. punteun! ka sadayana bilih abdi ngaganggu anu sanes, karuhun di situs ieu atawa bapak ibu anu parantos ningal blog ieu mudah-mudahan diterima amal solehna. kiwari abdi tos ningal blog ieu ayeuna meuni seeur anu ngoment teu paruguh geuningan, ah keun welah nyak nu pentingmah ngabacklinkan sing seeur jeung situsna tiasa tampil di pagehiji amien!

    Reply
  4. Bram, pernahkah kau disetujui terbit, sudah tanda tangan, tapi tiba-tiba batal? Temenku pernah. Tapi buku non fiksi. Dianya langsung drop, sudah koar-koar kemana-mana, sich. Kasian. Bagaimana etika atau hukumnya pernerbit seperti itu?

    Reply
  5. Alhamdulillah, blm pernah. Tp sampai udah di-layout, penerbitannya dibatalin sepihak, pernah. Nah kalau sampai udah teken tiba2 dibatalin ya nggak etis lah. Soal hukum, kamu lihat aja di kontraknya. Ada pasal yg memungkinkan pembatalan dari penerbit nggak? Biasanya, bahasanya halus, misalnya: “Kalau dalam jangka sekian bulan blm dicetak, naskah DIKEMBALIKAN ke penulisnya.”

    Posisi kita penulis, sayangnya, emang lemah. Tp kabar baiknya, kasus yg menimpa temenmu itu jarang banget terjadi, setahuku. Yah, semoga dia dpt ganti penerbit yg lbh baik.

    Reply
  6. Misalnya menyinggung SARA. Tokohmu dari suku tertentu, tp melecehkan suku lain. Tokohmu menggugat agama tertentu. Semua itu fiksi, semua tahu. Tp fiksi itu punya kekuatan utk mempengaruhi alam bawah sadar pembaca. Jd ini akan bermasalah jg.

    Berhadapan dg naskah2 spt ini, penerbit (besar) males ambil risiko. Kalau aku jd penerbit pun lbh baik kutolak 🙂

    Reply

Leave a Reply to Rie Cancel reply

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Don't do that, please!