Suami saya punya banyak komik. Salah satu dari komik-komik itu ada yang berjudul Rama dan Sinta. Dulu, waktu serial Ramayana dan Mahabharata diputar di televisi, saya paling males nontonnya. Tapi ketika menemukan komik tersebut di kamar, saya tergoda juga untuk membacanya. Melalui komik itu juga, saya jadi mengenal R. A. Kosasih, sang pengarang.
Eh, baru saja saya menyelesaikan ketiga seri komik Rama dan Sinta, tiba-tiba saja saya dengar kabar kalau sang komikus meninggal dunia. Walau sebenarnya tidak mengenal beliau, tapi saya merasa kehilangan juga. R. A. Kosasih adalah komikus termasyhur di Indonesia. Banyak orang mengenalnya sejak lama sebagai Bapak Komik Indonesia.
R. A. Kosasih atau Raden Ahmad Kosasih lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 4 April 1919. Almarhum sudah menyukai dunia komik sejak kecil, tepatnya saat masih sekolah di Inlands School, Bogor. Beliau punya kebiasaan membaca potongan koran yang ada komik Tarzan-nya. Potongan koran itu sendiri tadinya merupakan bungkus sayur-mayur yang dibeli ibunya di pasar.
Anak bungsu dari tujuh bersaudara yang mengagumi tokoh Gatotkaca ini juga rajin menonton bioskop dan wayang golek. Ini barangkali yang menjadi dasar ide-idenya dalam membuat komik. Ditambah, setelah lulus dari Inlands School, Kosasih melanjutkan studinya ke Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan.
Di sinilah, ia mulai tertarik pada seni menggambar secara formal. Bahkan semua bukunya penuh dengan gambar.
Karya-karya komikus yang mulai menggambar tahun 1953 ini ada yang berhubungan dengan kasusastraan Hindu seperti dalam Ramayana dan Mahabharata, ada juga yang berhubungan dengan sastra tradisional Indonesia terutama dari sastra Jawa dan Sunda.
Selain itu ada juga komik silat yang dipengaruhi unsur Tionghoa. Karya-karya Kosasih meliputi banyak genre seperti superhero, wayang, petualangan, folklor, atau fiksi ilmiah. Dan pastinya, karya komikus yang pernah bekerja sebagai komikus strip di koran-koran ini banyak yang diterbitkan ulang.
Menurut Hikmat Darmawan, seorang pengamat komik, karya-karya Kosasih memiliki karakter yang sangat kuat. Beliau tidak hanya mengangkat tokoh-tokoh bermuatan lokal, tapi juga mampu menyampaikan nilai-nilai tradisi yang mengakar dalam masyarakat.
Karya-karya R. A. Kosasih mencapai kejayaan pada dekade 1960-1970. Pada masa ini, komik-komiknya sering terjual hingga puluhan ribu eksemplar per judulnya, dan selalu cetak ulang. Adapun serial yang pertama adalah Sri Asih, yang diadopsi dari kisah Wonder Woman, dan ceritanya diilhami dari berbagai peristiwa pada masanya. Ambil contoh edisi Sri Asih vs Gerombolan yang diilhami oleh teror DI/TII. Komik Sri Asih ini dicetak sebanyak 3.000 eksemplar dan langsung ludes.
Karya komikus berusia 93 tahun ini sempat dituding oleh Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) sebagai cerminan budaya barat, seperti komik-komik Stan Lee. Namun ini sama sekali tidak menyurutkan semangat R. A. Kosasih dalam berkarya. Sebaliknya, tudingan itu membuatnya terpacu untuk membuat karya lain berdasarkan cerita lokal, misalnya Mundinglaya Dikusuma dan Ganesha Bangun.
Lalu ketika mencari simpati pasar dengan membuat komik dengan genre wayang, pihak penerbit sempat khawatir produk tersebut tidak laku, karena wayang dianggap sakral. Lagi-lagi Kosasih tidak putus asa.
Beliau pun membuat komik Burisrawa Gandrung yang ceritanya tergolong enteng. Siapa sangka, komik 48 halaman itu laris manis. Sejak itu, R. A. Kosasih mencanangkan project yang lebih besar: komik Mahabharata dan Ramayana.
Saya sedikit-sedikit tahu wayang berkat R. A. Kosasih. Beliau selalu mampu menyederhanakan cerita wayang yang sebenarnya kompleks sehingga mudah dipahami. Meskipun bahasa yang digunakan seringnya “tidak sesuai zaman”.
Bahasa komik harusnya singkat, jelas dan padat. Pemborosan ruang juga masih terjadi dimana-mana. Misalnya, adegan ketika Sinta diculik Rahwana dan dibawa terbang. Peristiwa ini sudah tergambar gamblang, tapi masih saja dipaparkan melalui teks.
Bagaimanapun, wafatnya Kosasih pada 24 Juli kemarin akibat serangan jantung, merupakan kehilangan besar bagi jagat komik Indonesia. R. A. Kosasih telah membuat sekitar 100 judul komik. Sejarah mencatat, beliau merupakan komikus pertama yang meluncurkan karyanya dalam bentuk buku. Mari kita angkat topi untuk konsistensi dan dedikasi seorang Raden Ahmad Kosasih.
- photo by Brahmanto Anindito
ra kosasih ini urang sunda ya, teh? tapi logat-logat di komiknya kayak yang jawa gitu ya
Nggak tau. Mungkin ada pengaruh dari bhs lain. Kamu jg kalo bicara logatnya bukan Sunda segitu dulu ngaku2 orang Sunda.
aku mah sunda metropolis, logatnya udah ilang ;D
Alesan.