Noed yang masih mengira Anda belum siuman meninggalkan rumah. Mungkin untuk menggarap hasil tangkapan di laut pagi tadi menjadi kerupuk, terasi, petis, atau asinan. Rumah Noed kosong. Tidak ada siapa-siapa lagi di sana.

Rimba menggunakan kesempatan itu untuk berlatih mengoordinasikan otot: memainkan jemari, berjalan, berlari, melompat.

Gara-gara latihan itu, pusing Anda bertambah parah. "Istirahat dulu, Rim," saran Anda.

Tapi Rimba enggan berhenti mencoba tubuh baru ini. Dia bahkan keluar kamar dan berkeliling. Di situlah kalian menemukan dompet, ponsel dan kunci motor yang kemarin malam dititipkan kepada Noed. Tanpa ragu, Rimba menyahut barang-barang yang memang kepunyaan kalian itu.

Sesaat kemudian, tubuh Anda mendadak kejang. Otak terasa panas. Memori-memori tentang masa lalu dari keempat orang bersimpang-siur tanpa permisi. Masing-masing seperti hujaman jarum di kepala.

Tak kuat menahan penderitaan itu, Anda pingsan lagi.

Dering telepon Rimbalah yang kemudian membuat kalian bangun. Ini dari orang Pusat Pengembangan Ilmu!

Rimba langsung menerima telepon dengan emosi, "CEPAT KE SINI, KAMI MAU MATI. KAMI MAU MATI!!!"

Tak ada jawaban. Malah sambungan diputus secara sepihak dari penelepon.

Rimba lalu tertatih-tatih membawa tubuh raksasa ini berdiri. Hingga keluar dan menemukan sepeda motor Rino. Anda ragu-ragu apa bisa kalian mengendarai motor dengan keadaan seperti ini.

Tapi ternyata bisa.

Pelan-pelan kalian meninggalkan Kenjeran.

Selamat! Sekarang, kalian adalah makhluk fusi yang bebas.

TAMAT



Ingin tahu nasib Rimba, Rino, Sarip, dan Nur (avatar Anda dalam novelet ini) yang sebenarnya? Permasalahan mereka tentu jauh lebih kompleks dan menegangkan dari ini. Cari tahu di novelnya.